Ntvnews.id, Jakarta - Remaja di Jakarta Barat (Jakbar) jadi tersangka usai membubarkan tawuran. Penyebabnya, remaja berinisial DMS (18) itu menghajar salah seorang pelaku tawuran, AP (14) hingga tewas.
Kapolsek Metro Kalideres Kompol Abdul Jana menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada Sabtu (8/6/2024) di Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat. Kala itu, DMS mendengar keributan dari sejumlah kelompok yang melakukan tawuran di depan rumahnya.
"Kemudian, tersangka berlari ke tengah jalan sambil berteriak 'bubar-bubar'. Tersangka melihat motor yang dikendarai korban dan temannya berboncengan tiga dan posisi korban berada di tengah," ujar Abdul Jana, Kamis (20/6/2024).
DMS lantas mencoba mengadang para pelaku tawuran di tengah jalan. Korban akhirnya terluka gara-gara dihantam balok kayu yang dibawa DMS.
Rejama di Jakbar jadi tersangka pembunuhan gegara bubarkan tawuran (Instagram @polres_jakbar)
"Korban yang sedang melaju menjauh dari DMS tiba-tiba berputar balik, balok kayu yang dibawa DMS mengenai kepala AP. Akibatnya, AP terjatuh dan teman-temannya melarikan diri," kata dia.
"Balok kayu tersebut mengenai kepala seorang anak di bawah umur berinisial AP (14), yang saat itu sedang memvideokan aksi tawuran bersama rekan-rekannya," sambungnya.
DMS pun turut serta membantu korban dan meminta warga lainnya membawanya ke rumah sakit. AP sempat menjalani perawatan di RS dan dinyatakan meninggal pada Jumat (14/6/2024).
Tak terima, keluarga korban AP pun membuat laporan ke Polsek Kalideres. Pihak kepolisian selanjutnya menyelidiki kasus tersebut.
DMS ditangkap pada Sabtu (15/6/2024) usai diduga melarikan diri ke Susukan, Jawa Tengah. Ketika diinterogasi, pelaku mengakui perbuatannya tersebut dan kesal dengan para pelaku tawuran.
"Setelah diinterogasi, pelaku mengakui bahwa ia yang memukul korban menggunakan balok kayu seperti yang terlihat di CCTV. Hasil interogasi menunjukkan bahwa pelaku kesal dengan aksi tawuran yang kerap terjadi," ujarnya.
Kini, DMS sudah ditetapkan jadi tersangka dan ditahan. Atas kasus tersebut, DMS dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.