Ekosistem Judi Online Berkamuflase di Game Online, Anak-anak Menjadi Korban

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 21 Jun 2024, 17:04
Adiantoro
Penulis & Editor
Bagikan
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah saat menjadi narasumber dalam program NTV Today di Nusantara TV, Jumat (21/6/2024). Ketua KPAI Ai Maryati Solihah saat menjadi narasumber dalam program NTV Today di Nusantara TV, Jumat (21/6/2024).

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online Hadi Tjahjanto mengungkapkan, sedikitnya dua persen dari total pemain judi online di Indonesia berasal dari kalangan usia di bawah 10 tahun.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mengatakan, jumlah anak-anak yang bermain judi online tercatat mencapai 80.000 orang.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan, penyebab utama adalah mudahnya anak-anak mengakses konten yang disertai dengan penawaran fitur maupun iklan yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan judi.

"Tapi tiba-tiba ada template-template yang bisa mengundang rasa penasaran. Padahal, konten tersebut mungkin tidak ada hubungannya dengan judi. Tapi, ternyata di dalamnya berkamuflase, berpropaganda, makanya saya menyebutnya ada ekosistem di sini. Ekosistemnya mulai dari hanya bermain game," ujar Ai Maryati saat menjadi narasumber dalam program NTV Today di Nusantara TV, Jumat (21/6/2024).

Kendati telah diatur tentang klasifikasi usia bagi publisher game (pengembang game), namun diakuinya, pihaknya sulit melakukan pengawasan dibalik iklan yang muncul tersebut. 

"Kalau game online itu ada klasifikasi. Ada yang untuk usia di bawah 10 tahun maupun di atas 10 tahun. Nah, kalau iklannya tiba-tiba nongol di situ, dan sebenarnya tidak ada hubungan dengan judi online, tapi ternyata di dalamnya kamuflase judi online, ini yang sulit sekali untuk melakukan pengawasan," imbuhnya.

Diketahui, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat transaksi kegiatan judi online di Indonesia dalam kuartal 1 periode Januari-Maret 2024 mencapai angka fantastis yakni lebih dari Rp100 triliun.

"Ternyata di dalam PPATK ada transaksi sejumlah 100.000 ke bawah ini paling tinggi ternyata di angka triwulan 2024. Kemudian ditemukan lagi di data Kemkominfo misalnya dengan memblokir sejumlah situs-situs yang itu ternyata juga familiar di anak-anak." 

"Artinya kita ini sedang bicara tentang sesuatu yang sangat fatal, tetapi ditawarkan melalui sesuatu yang menjadi dunia anak," tambahnya.

Dia meminta masyarakat berhati-hati dan selalu waspada karena judi online ternyata tidak bisa ditemukenali sebagai sesuatu yang langsung berkaitan dengan judi, tetapi ada ekosistemnya.

"Bahkan di 2018 KPAI juga menemukan adanya game online, tapi berakhir dengan adanya eksploitasi online, di mana anak-anak yang misalnya ingin mendapatkan pulsa atau top up, mereka harus telanjang, harus difoto dan melakukan tindakan-tindakan seksualitas, yang kemudian mendapatkan top up dari sindikatnya. Tentu ada orang-orang juga yang memasang harga dan lain sebagainya," jelas Ai Maryati. 

Untuk itu, kata dia, koordinasi Satgas Pemberantasan Judi Online, KPAI dan kementerian terkait mutlak dilakukan. "Sehingga satu anak, by name by address ini kita harus jangkau, dan kita harus berikan mitigasinya," tukas Ai Maryati.

 

x|close