Ntvnews.id, Jakarta - Pelaku penganiayaan taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta hingga tewas, panik saat korbannya Putu Satria Ananta Rastika (19), tumbang. Pelaku yang merupakan taruna senior, TRS (21) bahkan mencoba membantu Putu usai menganiaya korban.
"Karena panik lihat si korban tumbang, dia berusaha mencoba membantu, dia memerintahkan untuk (anak) tingkat satu yang ada di kamar mandi itu pergi, keluar dari kamar mandi," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, AKBP Hady Saputra Siagian, xMinggu (5/5/2024).
"Kemudian dia berusaha memberi bantuan dengan cara memasukkan tangannya ke mulut (korban) kemudian menarik lidahnya," sambungnya.
Tapi, upaya itu malah berujung fatal. Berdasarkan hasil autopsi, kata Hady, tindakan pelaku malah menghambat saluran pernapasan korban.
"Kemudian adanya sisa makanan yang naik ke atas akibat karena penarikan pada lidah itu sehingga organ pernapasan atau oksigen tertutup. Oksigen itu tidak masuk sesuai dengan biasa ya, jadi itu," papar dia.
Atas perbuatannya, TRS dijerat Pasal 338 jo subsider 351 Ayat 3 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara, Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan juga mengatakan motif TRS menganiaya Putu karena adanya rasa senioritas dari tersangka.
"Motifnya tadi kehidupan senioritas. Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas. Karena merasa mana yang paling kuat, kan ada kalimat-kalimat itu, itu juga nanti mungkin ini menjadi titik tolak untuk melakukan penyelidikan yang lebih," ujar Gidion.
Gidion menjelaskan bahwa dalam persepsi tersangka, korban dan teman-temannya melakukan suatu kesalahan. TRS mengaku bahwa korban memakai baju olahraga ke dalam kelas.
"Ini persepsi penindakan (penganiayaan) ini persepsi senior-junior. Ada yang menurut senior, ini kebetulan taruna tingkat 1 semua yg lima orang (junior) ini melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah. Apa yg dilakukan (junior) ini, masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka, menurut senior ini salah," kata Gidion.
"Tapi kemudian dalam proses penindakannya, ini yang tidak boleh. Salah dalam kehidupan senior-junior, komunitas itu wajar, tetapi kemudian penindakannya dengan menggunakan kekerasan yang eksesif, kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya nyawa orang, jelas tidak boleh," lanjut dia.