Ntvnews.id, Jakarta - Konon, Prabu Jayabaya, Raja Kediri, sering kali melakukan ramalan mengenai berbagai peristiwa jauh sebelum terjadinya peristwa tersebut.
Salah satu ramalan terkenal dari Prabu Jayabaya adalah mengenai Satrio Piningit dan pemimpin yang dihormati di Nusantara. Dalam Kitab Musasar Jayabaya, disebutkan bahwa di bait ke-18, Prabu Jayabaya telah meramalkan kehadiran para pemimpin cerdas yang akan muncul di Indonesia. Isi bait ke-18 tersebut adalah:
Dene jejuluke nata, Lung gadung rara nglingkasi, Nuli salin gajah meta, Semune tengu lelaki, Sewidak warsa nuli, Ana dhawuhing bebendu, Kelem negaranira, Kuwur tataning negari, Duk semana pametune wong ing ndesa
Artinya, "Nama rajanya Lung Gadung Rara Nglikasi, kemudian berganti Gajah Meta Semune Tengu Lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan, sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan. Waktu itu pajaknya rakyat adalah...."
Lung Gadung Rara Nglikasi memiliki makna pemimpin yang pernah penuh inisiatif (cerdas) namun memiliki kelemahan sering tergoda wanita. Pertanda ini menunjuk pada presiden pertama RI, Soekarno.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam buku "Misteri Ramalan Jayabaya : Siapa Pemimpin Selanjutnya di Negeri Ini". Sedangkan, Gajah Meta Semune Tengu Lelaki bermakna pemimpin yang kuat, karena disegani atau ditakuti, namun akhirnya terhina atau nista.
Pertanda ini menunjuk pada presiden kedua RI, Soeharto. Dalam bait ini juga dikatakan bahwa selama ini negara menerima kutukan, sehingga tidak ada kepastian hukum.
Jayabaya (Istimewa)
Kemudian Jayabaya konon juga meramalkan adanya perseteruan antara kedua pemimpin besar di Indonesia, layaknya perseteruan trah Pajang yang disimbolkan sebagai Jaka Tingkir, dan trah Mataram Pakubuwana. Hal ini termaktum dalam bait 20 yang berbunyi:
Bojode ingkang negara, Narendra pisah lan abdi, Prabupati sowang-sowang, Samana ngalih nagari, Jaman Kutila genti, Kara murka ratunipun, Semana linambangan, Dene Maolana Ngali, Panji loro semune Pajang Mataram.
Artinya, "Negara rusak, raja berpisah dengan rakyat, bupati berdiri sendiri-sendiri, kemudian berganti zaman Kutila, rajanya Kara Murka, lambangnya Panji Loro Semune Pajang Mataram."
Bait ini menggambarkan situasi negara yang kacau. Pemimpin jauh dari rakyat, dan dimulainya era baru dengan apa yang dinamakan otonomi daerah sebagai implikasi bergulirnya reformasi (zaman Kutila).
Karakter pemimpinnya saling menjegal untuk menjatuhkan (raja kara murka). Perlambang Panji loro semune Pajang Mataram bermakna ada dua kekuatan pimpinan.