Ntvnews.id, Seoul - Sejumlah orang tua di Korea Selatan saat ini memilih untuk mengurung diri di dalam sebuah ruangan yang disebut Happiness Factory (mirip sel), dalam upaya untuk lebih memahami anak-anak mereka yang mengalami hikikomori.
Dilansir dari BBC, Kamis, 4 Juli 2024, Hikikomori adalah istilah yang menggambarkan kondisi di mana seseorang menarik diri dari kehidupan sosial. Di Korea Selatan, kondisi ini menyebabkan anak-anak mengisolasi diri di dalam kamar mereka selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Dalam Happiness Factory, para orang tua tidak diizinkan menggunakan ponsel atau laptop. Ruangan tersebut berukuran kecil, mirip lemari penyimpanan, dengan dinding kosong sebagai satu-satunya teman bagi penghuninya.
Ilustrasi Anak Kecil Ketakutan (Pixabay)
Mayoritas orang tua yang memilih untuk mengurung diri ini memiliki anak yang telah sepenuhnya menarik diri dari masyarakat, belajar sendiri tentang perasaan terputus dari dunia.
Tahun sebelumnya, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan melakukan survei terhadap 15.000 orang yang berusia antara 19 hingga 34 tahun. Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 5 persen dari responden mengalami isolasi sosial.
Baca Juga: Ngeri, Ini Kronologi Lengkap Pesawat Korean Air Terjun Bebas Selama 15 Menit
Jika data ini mewakili populasi Korea Selatan secara lebih luas, diperkirakan sekitar 540.000 orang mengalami kondisi serupa. Sejak bulan April, para orang tua di Korea Selatan telah terlibat dalam sebuah program pendidikan orang tua yang berlangsung selama 13 minggu, yang didanai dan dijalankan oleh Korea Youth Foundation dan Blue Whale Recovery Centre, sebuah lembaga swadaya masyarakat.
Program ini bertujuan untuk mengajarkan orang tua cara berkomunikasi lebih baik dengan anak-anak mereka. Para peserta program menghabiskan tiga hari di fasilitas di Hongcheon-gun, Provinsi Gangwon, di mana mereka mengalami situasi yang menyerupai isolasi.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada orang tua tentang kondisi anak-anak mereka. Salah satu peserta program ini adalah Jin Young Hae, yang putranya telah mengisolasi diri di kamarnya selama tiga tahun.
Jin Young Hae berharap bahwa dengan mengalami sendiri situasi isolasi, ia dapat lebih memahami perasaan dan pengalaman yang dialami putranya yang berusia 24 tahun serta dapat menemukan cara untuk membantunya keluar dari kondisi tersebut. Putranya telah mengisolasi diri di kamar tidurnya selama tiga tahun.
Baca Juga: Sheila Purnama Wawancara STY Pake Bahasa Korea, Kehadiran Jeje Disorot
"Saya sering bertanya-tanya di mana saya salah. Itu menyakitkan untuk dipikirkan. Namun, saat saya merenungkan hal ini, saya mulai memperoleh pemahaman yang lebih dalam," ujar Jin Young Hae.
Jin Young Hae menyatakan bahwa putranya memiliki bakat yang luar biasa, dan ia selalu memiliki harapan tinggi terhadapnya. Namun, putranya sering sakit, mengalami kesulitan dalam menjaga pertemanan, dan akhirnya mengalami gangguan makan yang membuatnya kesulitan bersekolah.
Ketika putranya mulai kuliah, semuanya tampak baik-baik saja selama satu semester. Namun, suatu hari, putranya tiba-tiba merasa putus asa. Melihatnya terkunci di kamarnya, tidak memperhatikan kebersihan diri dan makanan, sangat menghancurkan hati Jin Young Hae.
Di sisi lain, kekhawatiran, kesulitan dalam menjalin hubungan dengan keluarga dan teman, serta rasa kecewa karena tidak diterima di universitas ternama diduga menjadi penyebab putranya menarik diri. Namun, ia tidak mau membicarakan hal ini kepada Jin Young Hae.
Ketika Jin Young Hae mengunjungi Happiness Factory, ia membaca catatan yang ditulis oleh remaja lain yang mengalami isolasi. "Membaca catatan-catatan itu membuat saya menyadari bahwa dia melindungi dirinya sendiri dengan diam karena merasa tidak ada yang memahaminya," katanya.