Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari resmi dipecat dari jabatannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (3/7/2024).
Hasyim Asy'ari terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) berupa tindak asusila terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) periode 2019-2024, Mahfud MD mengatakan, perlu ada reformasi dalam tubuh KPU.
Hal itu disampaikannya usai Hasyim Asy'ari diberhentikan secara tidak hormat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketua Mahkamaah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu, menegaskan dua kali pelanggaran yang telah dilakukan Hasyim Asy'ari menunjukkan jika KPU tidak memiliki sikap moral yang baik.
Jika memiliki moral dan etik yang baik, menurut Mahfud, seharusnya anggota KPU yang melakukan kesalahan juga mengundurkan diri tanpa harus diberhentikan oleh DKPP.
"Memang nggak layak. Itu kan sudah cacat moral, kepalanya sudah busuk, dan busuknya itu diberhentikan dengan tidak hormat oleh presiden setelah dua kali di mana sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dengan peringatan keras yang terakhir," ujar Mahfud saat mengunjungi gedung Nusantara TV, di Pulo Mas Selatan, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur (Jaktim), pada Rabu (10/7/2024).
Menurutnya, secara moral anggota KPU yang lainnya sudah tidak bisa dipertanggungjawabkan juga karena sama kerjanya.
"Cuma yang lain bilang itu misalnya pelanggaran-pelanggaran yang diduga terjadi dilakukan orang lain tentang fasilitas mewah dan sebagainya, dibilang hoaks, itu hoaks kata orang yang sekarang ada. Lalu dulu Hasyim juga bilang dirinya hoaks, ketika diadili tentang Hasnaeni Moein, dia bilang itu hoaks," ucapnya.
"Sekarang yang bilang ini hoaks, katanya tunggu saja nanti pemeriksaan, ternyata tidak hoaks, jangan-jangan ini tidak hoaks juga. Kalau antara hoaks dan tidak hoaks itu harus disadari ada moral dan etik. Dan moral serta etik itu bisa ditempuh melalui cara mengundurkan diri, tidak usah disidangkan oleh DKPP, tidak apa-apa saya mundur, malu, karena mundur itu ada prosedurnya," tambahnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan, sebelum 2011 jika ada anggota KPU yang mundur bisa ditolak.
"Tapi waktu itu saya Ketua MK, saya batalkan. Nggak boleh orang mundur kok ditolak, kalau mundur ya mundur saja. Mungkin orang punya keinginan lain atau punya masalah lain. Sekarang diambil aja cara itu. Mundur itu reformasi, perlu," jelas pria kelahiran Sampang, Madura, Jawa Timur (Jatim), 67 tahun silam itu.
Sementara itu, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, merespons pernyataan Mahfud yang menyebut KPU saat ini tidak layak menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 hingga para komisioner harus diganti.
Menurutnya, pergantian komisioner yang dilakukan sekarang akan repot karena waktu penyelenggaraannya sebentar lagi. Mardani menyatakan, sistem yang sudah ada harus tetap dipakai, meskipun ada berbagai kekurangan di dalamnya.
"Kalau Pilkada pergantian sekarang akan sangat repot karena waktunya sudah sangat pendek, kita tetap menghargai semangat Pak Mahfud, tetapi dengan segala kekurangan sistem harus jalan karena kalau sistem berantakan akan berantakan," terang Mardani.
Dia juga menyebutkan, penggantian komisioner-komisioner KPU ada prosedurnya. "Kalau diganti prosedurnya memang tidak bisa semua diganti begitu saja, kecuali ada syarat ketentuan berlaku," tambahnya.
Kendati demikian, Mardani menanggapi positif pernyataan Mahfud soal gaya hidup mewah para komisioner KPU. Menurutnya, hal itu merupakan masukan besar bagi Komisi II DPR RI untuk meninjau kembali anggaran KPU.
"Tetapi saya setuju hidup mewah itu adalah penyakit dan kita menengarai itu terjadi dan ini menjadi satu masukan yang besar bagi kami di Komisi II untuk meneliti ulang seperti apa konstruksi anggaran," tambahnya.
Hal itu terjadi, sebut Mardani, karena sampai saat ini DPR hanya bisa membahas anggaran di tahapan satu, tidak sampai ke tingkatan tiga.
"Tentu ini menjadi catatan. Kami akan memanggil juga Sekjen KPU dan lain-lainnya agar betul-betul memperhatikan masalah ini. Buat saya ini tamparan bagi kita semua wabil-khusus Komisi II agar betul-betul menjaga independensi, transparansi, akuntabilitas dalam memilih para komisioner KPU," tukas Mardani.
Sebelumnya Mahfud menyoroti kualitas KPU setelah terungkapnya perbuatan asusila Hasyim Asy'ari yang berujung sanksi pemecatan dari DKPP melalui akun X (Twitter) pribadinya. Mahfud menilai jajaran KPU RI saat ini tidak layak menjadi penyelenggara Pilkada 2024.