Ntvnews.id, Jakarta - Status tersangka Pegi Setiawan alias Perong, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky, dibatalkan hakim Pengadilan Negeri Bandung. Hakim pun memerintahkan Pegi dibebaskan.
Menurut praktisi hukum Riri Purbasari Dewi, hakim membatalkan status tersangka Pegi bukan karena pemuda itu tidak bersalah maupun adanya rekayasa.
"Tapi karena penyidik Polri sama sekali tidak pernah memeriksa Pegi sebelum menetapkan Pegi sebagai tersangka," ujar Riri, Jumat (12/7/2024).
Menurut dia, pertimbangan hakim praperadilan dalam pembatalan status tersangka Pegi, didasari oleh adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan seseorang diperiksa terlebih dahulu sebelum dinyatakan sebagai tersangka.
"Yakni putusan MK Nomor 12 Tahun 2014," ucapnya.
Menurut Riri, putusan tersebut bisa menjadi acuan bagi kasus-kasus yang jauh lebih besar dalam penegakan hukum di Indonesia. Salah satunya, kasus Harun Masiku. Advokat perempuan itu memandang, penetapan status tersangka Harun Masiku juga harus dibatalkan, jika mengacu pada kasus Pegi. Bahkan, proses penyidikan kasus suap Harun Masiku juga harus dihentikan.
"Karena setahu saya, KPK sama sekali belum pernah memanggil dan memeriksa Harun Masiku sebelum menetapkannya sebagai tersangka. Jadi sama seperti Pegi. Dinyatakan sebagai tersangka, padahal belum pernah dipanggil untuk diperiksa," papar Riri.
Ia melanjutkan, apabila KPK berkilah itu adalah operasi tangkap tangan (OTT), pada kenyataannya Harun Masiku tidak berada di lokasi OTT. Jadi, penetapan Harun Masiku sebagai tersangka bukan merupakan hasil OTT, tapi hasil pendalaman KPK dari berbagai alat bukti, termasuk keterangan para tersangka lain yang diciduk saat OTT.
"Dan bukan cuma Harun Masiku saja, ada lagi tersangka buronan KPK, dari kasus korupsi heboh e-KTP," kata dia.
Dalam kasus e-KTP, kata Riri, ada seorang tersangka, yang sampai saat ini masih buron, belum berhasil ditangkap KPK, padahal dia adalah direktur utama (dirut) dari perusahaan yang terlibat dalam pengadaan e-KTP.
Sejak awal kasus terkuak sampai akhirnya KPK menetapkan si dirut sebagai tersangka, kata Riri, KPK sama sekali tidak pernah memeriksa orang tersebut. Karena menurut KPK dia tidak lagi berdomisili di Indonesia.
Pengacara senior Riri Purbasari Dewi.
"Jadi KPK menetapkan dia sebagai tersangka, tanpa pernah sekalipun memeriksa yang bersangkutan. Konsekuensinya, status tersangka dan penyidikannya harus dihentikan," jelas perempuan yang menjabat Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) ini.
"Kita harus bisa menerima kalau ada sekian banyak buronan yang harus digugurkan status tersangkanya, karena mereka belum pernah diperiksa sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh Polisi, KPK, atau Kejaksaan Agung," sambungnya.
Adapun guna menghindari berbagai konsekuensi yang tidak terduga seperti ini, kata Riri, ada baiknya apa bila ke depannya Mahkamah Konstitusi memanggil dan meminta pendapat pihak Polri, Kejaksaan Agung, bahkan PERADI, setiap kali ada permohonan masyarakat terkait pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP. Karena Polri, Kejaksaan Agung, bahkan Peradi.
"Karena mereka adalah pihak-pihak yang bekerja menjalankan KUHP dan KUHAP di lapangan," tandasnya.