Ntvnews.id, Dhaka - Ibu kota Bangladesh, Dhaka, mengalami pemadaman internet saat bentrokan sengit antara pelajar dan polisi masih berlangsung.
Pada malam Kamis, 18 Juli 2024, ribuan pengunjuk rasa menyerbu stasiun televisi negara BTV, merusak perabotan, menghancurkan jendela dan lampu, serta membakar sebagian gedung.
Dilansir dari BBC, Jumat, 19 Juli 2024, Menteri Penerangan Bangladesh menyatakanbahwa siaran telah dihentikan dan sebagian besar karyawan telah meninggalkan gedung. Namun, sebuah unggahan dari akun resmi BTV di Facebook memperingatkan bahwa "banyak" orang masih terjebak di dalam.
Seorang jurnalis senior BTV yang meminta namanya tidak disebutkan, mengatakan kepada BBC: "Keadaannya sangat parah sehingga kami tidak punya pilihan selain meninggalkan tempat itu. Beberapa rekan kami terjebak di dalam, dan saya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka."
Baca Juga: Bangladesh dan India Dihantam Topan Remal Akibatkan 16 Orang Tewas
Unjuk rasa yang berlangsung hampir setiap hari bulan ini menuntut diakhirinya sistem kuota yang mencadangkan lebih dari separuh jabatan pegawai negeri untuk kelompok-kelompok tertentu, termasuk anak-anak para veteran dari perang kemerdekaan negara ini melawan Pakistan pada tahun 1971.
Para kritikus mengatakan bahwa skema ini menguntungkan anak-anak dari kelompok-kelompok pro-pemerintah yang mendukung Hasina, 76 tahun, yang telah memerintah negara ini sejak 2009 dan memenangkan pemilihan keempat berturut-turut pada bulan Januari setelah pemungutan suara tanpa oposisi yang sesungguhnya.
Pemerintahannya dituduh oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengambil alih lembaga-lembaga negara dan membasmi perbedaan pendapat, termasuk pembunuhan di luar hukum terhadap para aktivis oposisi.
Baca Juga: Warga Turki Gelar Protes dan Penangkapan dalam Kerusuhan Anti-Suriah
Mubashar Hasan, seorang pakar Bangladesh di Universitas Oslo di Norwegia, mengatakan bahwa protes-protes tersebut telah berkembang menjadi ekspresi ketidakpuasan yang lebih luas terhadap pemerintahan otokratis Hasina.
"Mereka memprotes sifat represif negara," katanya kepada AFP.
"Para pengunjuk rasa mempertanyakan kepemimpinan Hasina, menuduhnya berpegang teguh pada kekuasaan dengan paksa," tambahnya. "Para mahasiswa bahkan menyebutnya sebagai seorang diktator."