Ntvnews.id, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menetapkan bahwa Gregorius Ronald Tannur (31) tak bersalah dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga tewas seorang perempuan bernama Dini Sera Afriyanti alias Andini (29).
Putra dari anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dibebaskan dari semua dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tentang pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Andini pada akhir tahun 2023 lalu.
Ketua majelis hakim Erintuah Damanik mengatakan bahwa terdakwa Ronald Tannur masih berusaha untuk melakukan pertolongan terhadap korban di masa kritis. Hal ini dibuktikan dengan terdakwa yang membawa korban ke rumah sakit untuk diperiksa.
Ronald Tannur dan Andini (Tangkapan Layar)
"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata Erintuah Damanik saat membacakan putusan di PN Surabaya pada Rabu, 24 Juli 2024.
Hakim menilai bahwa Ronald Tannur tidak terbukti secara sah dan meyakinkan seperti dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Kematian korban, kata hakim, bukan karena luka yang dialami oleh Andini dari dugaan penganiayaan, melainkan disebabkan oleh minuman keras yang dikonsumsi.
"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata hakim Erintuah.
Gregorius Ronald Tannur. (Antara)
Oleh sebab itu, hakim pun memerintahkan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan segera setelah putusan tersebut dibacakan dan mengembalikan hak-hak serta martabat Ronald. Hakim juga mempersilakan JPU untuk mengajukan upaya hukum jika tidak puas dengan putusannya.
"Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas. Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan, memulihkan hak-hak terdakwa dan memulihkan martabatnya," lanjut hakim.
"Sebagai mana kami katakan di awal, pendapat majelis yang adalah juga manusia, bahwa manusia itu putusan ini bisa jadi salah bisa jadi betul, dan untuk itu bagi pihak-pihak yang keberatan terhadap putusan untuk menguji putusan majelis, silakan mempergunakan haknya," kata hakim.