Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi bernama Diana Siregar dalam sidang kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Diana pun mengungkap momen Gazalba hendak membayar cash atau tunai untuk membeli vila seharga Rp 2 miliar.
Gazalba membeli vila milik Diana di wilayah Cariu, Bogor, senilai Rp2.050.000.000 (Rp2 miliar). Awalnya, pembelian vila itu disepakati seharga Rp 2 miliar dengan syarat kenaikan status dari hak guna bangunan (HGB) menjadi sertifikat hak milik (SHM).
"Terus saya minta dinaikin ke Rp2 miliar. Akhirnya deal Rp2 miliar terus saya urus Pak," ujar Diana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
"Mau nggak dia (Gazalba Saleh) Rp2 miliar?" tanya hakim.
"Mau Pak," jawab Diana.
"Dengan syarat ditingkatkan statusnya dari HGB menjadi SHM?" tanya hakim.
"Iya Pak," jawab Diana.
Ia menjelaskan, dirinya mengurus perubahan balik nama, pembayaran pajak penjual dan pembeli hingga kenaikan status dari HGB ke SHM lewat notaris. Dia meminta kenaikan Rp50 juta untuk penjualan vila ke Gazalba, sehingga nilai kesepakatan jualnya menjadi Rp2.050.000.000.
"Saya minta kenaikan Rp50 juta karena pengurusan, saya capek kan Pak, ngurus. Akhirnya jadi Rp2.050.000.000," tutur Diana.
Diana menyebut Gazalba membayar down payment (DP) secara transfer senilai Rp100 juta. Lalu, sisa pembayaran vila itu ingin diberikan Gazalba secara tunai.
"Kan Rp100 juta tadinya, kemudian kekurangannya itu yang Rp1,9 miliar lebih itu?" tanya hakim.
"Jadi setelah tandatangan AJB (akta jual beli), keluar dari ruang notaris saya tanya, 'gimana Pak pelunasannya, yang Rp1,95 miliar'. Terus di luar ruang notaris itu kita udah di depan mobil beliau, beliau sampaikan mau bayar cash, saya kaget," jawab Diana.
"Cash?" timpal hakim.
"Iya," jawab Diana.
Diana mengaku kaget dan tak berani menerima pembayaran vila itu secara tunai. Ia pun meminta Gazalba melakukan penyetoran uang ke bank.
"Bawa duit cash Rp1,9 miliar ini?" tanya hakim.
"Beliau sampaikan cash, di situ saya kaget. Jadi saya bilang saya nggak berani Pak kalau cash, lebih baik setorkan ke bank. Yaudah kita cari bank, kata beliau," jawab Diana.
Dia mengatakan dirinya dan Gazalba lalu mencari bank di wilayah Kota Wisata, Cibubur, Bogor. Namun, transaksi setor tunai itu ditolak dua bank yang didatangi di wilayah tersebut karena nilai transaksinya miliaran rupiah.
"Setelah itu cari bank di Kota Wisata (Cibubur, Bogor), kita keliling. Ada dua bank yang kami datangin, dua-duanya menolak karena jumlahnya sangat besar. Dua bank yang kami datangi, dua-duanya nggak berani nerima karena mereka kantor kecil. Jadi mereka nerima maksimal uang cashnya Rp200 juta, kalau itu kan mau disetorkan miliar," kata Diana.
"Kantor cabang pembantu mungkin?" tanya hakim.
"Iya Pak," jawab Diana.
Dia mengatakan penyetoran tunai senilai Rp1 miliar akhirnya dilakukan di bank kawasan Pasar Baru, Juanda, Jakarta Pusat. Uang itu langsung disetorkan ke rekening milik Diana.
"Kemudian di situ mau diterima?" tanya hakim.
"Bisa, waktu di teller beliau katakan sama saya, ibu masukin ke rekening ibu uangnya. Jadi nggak transfer dari rekening beliau ke saya, bukan, jadi seolah saya yang transfer sendiri, saya yang masukkan sendiri, setor sendiri," jawab Diana.
Dia mengatakan Gazalba menolak menukarkan dolar Singapura di bank yang sama saat setor tunai Rp1 miliar itu. Dia menyebut Gazalba mengatakan nilai kurs di bank itu kecil.
"Kurs-nya kecil kata beliau, kita ke money changer aja katanya, menukarkan itu," kata Diana.
Dia mengatakan dirinya dan Gazalba mendatangi money changer di wilayah Cikini, Jakarta Pusat. Gazalba melakukan penukaran dolar Singapura untuk pelunasan pembayaran vila itu di money changer tersebut.
"Terus ke mana jadinya yang Rp900 (juta) lebih itu?" tanya hakim.
"Akhirnya kita ke money changer Pak di Cikini," jawab Diana.
Diana mengatakan dolar Singapura yang ditukarkan Gazalba senilai Rp952 juta dan langsung masuk ke rekeningnya. Dia mengatakan penukaran juga dilakukan menggunakan KTP miliknya.
"Yang VIP kita ke situ, terus ditukar jadi seolah-olah saya yang menukarkan dolar Singapur-nya ke rekening saya. Saya yang menukarkan langsung, tapi uangnya dari Pak Gazalba," kata Diana.
"Pokoknya senilai Rp950 juta?" tanya hakim.
"Lebih Rp2 juta, Pak, jadi Rp952 juta," jawab Diana.
Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp650 juta.
Gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima SGD 18 ribu atau Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Lalu, Gazalba disebut menerima Rp37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Ia juga menerima penerimaan selain gratifikasi SGD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SG$ 1.128.000 atau setara Rp13,3 miliar, US$ 181.100 atau setara Rp2 miliar dan Rp9.429.600.000 (Rp9,4 miliar) pada 2020-2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp62 miliar.