Ntvnews.id, Kyiev - Cacing mikroskopis yang hidup di lingkungan sangat radioaktif di Zona Eksklusi Chernobyl (CEZ) ternyata tidak terpengaruh oleh radiasi nuklir. Nematoda yang diambil dari area tersebut tidak menunjukkan kerusakan pada genom mereka, berbeda dari apa yang diperkirakan untuk organisme yang hidup di kondisi berbahaya seperti itu.
Temuan ini, yang dipublikasikan di jurnal PNAS awal tahun ini, tidak mengindikasikan bahwa CEZ sudah aman untuk dihuni. Namun, cacing tersebut tampak sangat tangguh dan mampu beradaptasi dengan lingkungan yang tidak ramah bagi spesies lain.
Dilansir dari Science Alert, Rabu, 31 Juli 2024, menurut tim ahli biologi yang dipimpin oleh Sophia Tintori dari New York University, penemuan ini bisa memberikan wawasan tentang mekanisme perbaikan DNA yang suatu saat mungkin dapat digunakan dalam pengobatan manusia.
Baca Juga: LBH Gunakan Teknologi Forensik Digital untuk Rekonstruksi CCTV Kasus Kematian Afif
Sejak ledakan reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl pada April 1986, area sekitarnya dan kota terdekat, Pripyat, Ukraina, telah sepenuhnya terlarang bagi siapa pun tanpa izin pemerintah.
Bahan radioaktif yang menyebar di lingkungan ini menyebabkan organisme terpapar radiasi peng-ion yang sangat berbahaya, meningkatkan risiko mutasi, kanker, dan kematian. Diperlukan ribuan tahun sebelum 'Chernobyl', seperti dieja di Ukraina, dapat dianggap aman untuk dihuni kembali oleh manusia.
Pada saat yang sama, zona eksklusi seluas 2.600 kilometer persegi tersebut telah berkembang menjadi tempat perlindungan bagi hewan-hewan yang hidup dalam kondisi radioaktif unik.
Baca Juga: Sistem AI Ini Diam-diam Dukung Instasi Pemerintah Lewat Teknologinya
Penelitian pada hewan yang mendiami wilayah ini menunjukkan adanya perbedaan genetik yang signifikan dibandingkan dengan hewan di luar area tersebut. Namun, dampak bencana terhadap ekosistem lokal masih belum sepenuhnya dipahami.
"Chornobyl adalah tragedi dengan skala yang sulit dipahami, tetapi pemahaman kita tentang dampaknya terhadap populasi lokal masih sangat terbatas," ungkap Tintori, seperti dikutip dari ScienceAlert.
"Apakah perubahan lingkungan yang tiba-tiba ini membuat spesies atau individu tertentu dalam spesies menjadi lebih tahan terhadap radiasi pengion?" tanyanya.