Ntvnews.id, Luar Negeri - Perdebatan mengenai hak aborsi telah lama menjadi sorotan global, khususnya di Amerika Serikat.
Namun, AS bukanlah satu-satunya negara yang bergelut dengan isu kontroversial ini. Di seluruh dunia, peraturan tentang aborsi sangat bervariasi, dari larangan ketat hingga kebijakan yang sangat permisif.
Baca Juga:
Dipanggil ke Timnas Australia U-17, PSSI Pastikan Matthew Baker Bakal Ikuti TC Timnas Indonesia U-16
Seorang Ibu Terpaksa Melahirkan di Dalam Ambulans Akibat Jalan Rusak
Berikut ini adalah ringkasan bagaimana berbagai negara mengatur aborsi, berdasarkan data dari Pusat Hak Reproduksi, Institut Guttmacher, Organisasi Kesehatan Dunia, dan Reuters.
1. El Salvador
Negara ini dikenal dengan undang-undang aborsi yang sangat ketat. Dimana dalam kasus nyawa atau kesehatan wanita terancam atau akibat pemerkosaan. Sejak tahun 1998, aborsi telah sepenuhnya dilarang.
Kasus-kasus pelanggaran hukum ini sering kali berakhir di pengadilan, di mana wanita yang dituduh melakukan aborsi bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun, sebagaimana dilaporkan Human Rights Watch.
Ilustrasi hamil (Pixabay)
2. Malta
Malta adalah satu-satunya negara anggota Uni Eropa yang melarang aborsi secara total. Tidak ada pengecualian untuk aborsi bahkan jika nyawa sang ibu terancam.
Menurut informasi, wanita yang melakukan aborsi dapat dikenakan hukuman penjara hingga tiga tahun di negara ini.
3. Polandia
Polandia memiliki salah satu undang-undang aborsi paling ketat di Eropa. Sejak 2021, undang-undang baru membatasi aborsi dalam kasus pemerkosaan, inses, ancaman terhadap nyawa ibu, atau masalah kesehatan yang serius.
Sebelumnya, aborsi juga diperbolehkan dalam kasus cacat janin, tetapi ketentuan tersebut dihapuskan, menyebabkan banyak protes dan berubah menjadi kontroversial di negeri tersebut.
4. Negara-Negara Afrika
Pada negara-negara Afrika aborsi sangat dibatasi. Contohnya, di Nigeria, aborsi hanya diizinkan jika nyawa ibu terancam.
Sedangkan, Botswana dan Zimbabwe mengizinkan aborsi dalam kasus pemerkosaan, inses, atau cacat janin. Namun, banyak wanita di negara-negara ini sering menghadapi tantangan besar dalam mengakses prosedur yang aman, dimana dapat menyebabkan meningkatnya penggunaan metode aborsi yang tidak aman.