Mengenang 50 Tahun The Rumble in the Jungle: Duel Ali-Foreman yang Melegenda

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Okt 2024, 17:00
Marco Tampubolon
Penulis & Editor
Bagikan
Hari ini, 50 tahun yang lalu Muhammad Ali meraih salah satu kemenangan paling ikonik dalam kariernya. Tepat 30 Oktober 1974, Ali sukses menghancurkan rissing star kelas berat George Foreman dalam duel yang dikenal sebagai 'The Rumble in the Jungle'. Hari ini, 50 tahun yang lalu Muhammad Ali meraih salah satu kemenangan paling ikonik dalam kariernya. Tepat 30 Oktober 1974, Ali sukses menghancurkan rissing star kelas berat George Foreman dalam duel yang dikenal sebagai 'The Rumble in the Jungle'. (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Hari ini, 50 tahun yang lalu Muhammad Ali meraih salah satu kemenangan paling ikonik dalam kariernya. Tepat 30 Oktober 1974, Ali sukses menghancurkan rissing star kelas berat George Foreman dalam duel yang dikenal sebagai 'The Rumble in the Jungle'. 

Ali memang sudah tiada. Legenda tinju kelas berat itu meninggal dunia tahun 2016 lalu.

Baca jugaJuara Dunia Tinju Kelas Berat Oleksandr Usyk Ditangkap di Bandara Polandia

Zaire juga sudah tidak eksis. Negara di Afrika itu kini berganti nama jadi Republik Congo. Meski demikian, pertarungan di tengah hutan belantara itu sepertinya tidak akan pernah dilupakan. 

Kisahnya akan selalu dibicarakan karena mencari tandingannya rasanya masih sangat sulit. 'The Rumble in the Jungle' bukan sekadar pertarungan tinju biasa. Partai yang dipromotori oleh Don King tersebut juga dianggap sebagai pertunjukan olahraga paling memukau di abad ke-20.

Bagaimana tidak. Sekitar 60 ribu penonton menyaksikan langsung duel yang digelar di lapangan bola itu. Sementara menurut laporan media-media barat, 'The Rumble in the Jungle' juga disaksikan lebih dari 1 miliar pemirsa di mana 50 juta di antaranya lewat tayangan ber bayar. 

Adalah Mobutu Sese Seko yang membawa Ali dan Foreman ke Kinshasa. Diktator yang berkuasa di Zaire sejak 1971 hingga 1997 itu mengeluarkan 10 juta USD memboyong kejuaraan dunia ke negaranya. Dan untuk mewujudkannya, Seko menggandeng promotor kelas kakap, Don King. 

“Negara-negara berperang untuk mencantumkan nama mereka di peta, dan perang tersebut menelan biaya lebih dari sepuluh juta dolar,” gurau promotor berambut nyentrik tersebut.

Ali benar-benar sedang lapar gelar setelah kalah dari Joe Frazier di New York dalam duel bertajuk Fight of the Century. Saat itu, rekor bertandingnya 42-2. Sebaliknya, George Foreman sedang mengguncang dunia. The Beast belum terkalahkan dalam 40 pertandingan. 

Penulis tinju ternama kala itu, Norman Mailer sangat takjub kepada Foreman. Menurutnya, pukulannya sangat mematikan dan mampu memukul Frazier hingga terjatuh tujuh kali.

Pertarungan awalnya dijadwalkan berlangsung pada 25 September 1974. Baik Foreman maupun Ali jauh-jauh hari sudah terbang ke Ziare. Mereka sengaja datang lebih awal untuk berlatih dan aklimatisasi. Namun pertarungan terpaksa ditunda karena Foreman terluka saat sparring. 

Seperti biasa, Ali berusaha melemahkan mental Foreman. "Ini akan jadi pertemuan pertama antara warga kulit hitam Amerika dan Afrika," koar Ali memperingatkan sang lawan. 

Di luar itu, Ali benar-benar mempersiapkan diri dengan senjata baru, Rope a dope. Sang pelatih Angelo Dundee sengaja mengendurkan tali ring dan membiarkan Larry Holmes memukuli Ali saat sparring partner. Ali tampak hanya bersandar di tali sembari menghindari pukulan.

Tujuannya tentu bukan untuk dibantai, tapi untuk menguras tenaga lawan. 

Teknik ini-lah yang kemudian menghancurkan Foreman. Sepanjang pertarungan, Ali seperti menyerah pada pukulan-pukulan Foreman. Dia bersandar di tali dengan double cover rapat. 

Foreman terkecoh. Dia mengira Ali hanya menari. Tapi pada ronde kedelapan, Ali keluar dari tali dan melancarkan hook kiri dan kanan yang membuat Big Foreman tersungkur di atas matras.

Muhammad Ali menang KO dan kembali menyandang sabuk juara WBA, WBC dan The Ring.

Di Indonesia, duel Ali vs Foreman juga sangat dinantikan. Penulis tinju Finon Manullang mengisahkan kalau sekitar tiga jam setelah kemenangan Ali, tiga koran harian sore yang terbit di Jakarta, tiba-tiba laku keras bagaikan kacang goreng di pinggir jalan.

Koran Cahaya Kita, koran sore milik bos sepakbola Galatama, yang jam terbitnya lebih awal (pukul 14.00 WIB), tiba-tiba habis terjual. Koran Harian Terbit, koran sore milik Pos Kota Grup, yang terbitnya di tengah-tengah (pukul 14.30 WIB), juga sama larisnya seperti Cahaya Kita.

"Koran Sinar Harapan, koran sore yang terbit terakhir (pukul 15.00) tidak ada yang tersisa. Pada hari kemenangan Ali, semua koren sore laku dalam hitungan jam. Penerbit untung banyak," tulisnya. "Penggemar tinju sangat ingin membaca laporan hasil kemenangan Muhammad Ali yang terjadi di tengah benua Afrika. Itu sangat luar biasa," sambungnya dalam tulisan di Rondeaktual.

x|close