Kami Bertanya Kepada Wartawan Senior Jepang, Apa yang Bikin Sepak Bola Mereka Maju Pesat?

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Nov 2024, 13:30
Marco Tampubolon
Penulis & Editor
Bagikan
Kapten TImnas Jepang, Wataru Endo Kapten TImnas Jepang, Wataru Endo

Ntvnews.id, Jakarta - Indonesia tengah bersiap menghadapi Arab Saudi pada laga putaran ketiga babak kualifikasi Piala Dunia 2026. Kedua tim akan bertarung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Selasa (19 November 2024) kick off pukul 19.00 WIB. 

Ini merupakan laga krusial bagi skuad Garuda untuk menjaga asa ke putaran final. Maklum, saat ini, pasukan Shin Tae-yong masih berada di dasar klasemen grup C dengan torehan 3 poin. 

Baca jugaTimnas Indonesia Kalah 0-4 dari Jepang, Akun Sepak Bola Malaysia Sindir: Easy Match!

Sebelum pertandingan ini, Indonesia juga berhadapan dengan Jepang di tempat yang sama, Jumat lalu. Dalam laga ini, Jepang menunjukkan kelasnya sebagai rakasasa Asia. Tim dengan peringkat 15 FIFA itu 'mengajari' timnas Indonesia cara bermain sepak bola kelas dunia.  

Di depan puluhan ribu suporter tuan rumah, nyali Jepang tidak ciut sama sekali. Satu-satunya gangguan yang membuat Samurai Biru sempat limbung, hanyalah guyuran hujan di awal laga.

Tuan rumah bukannya tak memberi perlawanan. Setidaknya di 15 menit pertama, pasukan Shin Tae-yong yang tampil dengan sembilan pemain naturaliasi sempat mengancam gawang Jepang.

Berawal dari kesalahan bek Ko Itakura mengantisipasi pantulan bola, Ragnar Oratmangoen berhasil merebut bola dan menggiring ke kotak penalti Samurai Biru. Sayang, Rahnar yang bermain di klub Dender gagal mencetak gol meski tinggal berhadapan dengan kiper Zion Suzuki.

Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong sangat menyayangkan kegagalan Ragnar. Sebab menurutnya, permainan bisa saja berubah bila gol berhasil tercipta kala itu.

Setelah itu Jepang memang menghukum Indonesia dengan 4 gol tanpa balas. Pesta gol Samurai Biru diawali oleh gol bunuh diri Justin Hubner yang pada menit ke-35. Setelah itu, Samurai Biru kembali menjebol gawang Skuad Garuda pada menit ke-40 lewat aksi Takumi Minamino.

Di babak kedua, timnas Jepang menambah dua gol lagi ke gawang Indonesia. Masing-masing lewat Hidemasa Morita pada menit ke-49 dan Yukinari Sugawara pada menit ke-69. Ini menjadi kemenangan keempat Jepang di putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Belum Terkalahkan di Grup C

Jepang kini perkasa di puncak klasemen Grup C dengan 10 poin dari lima laga. Sebaliknya, timnas Indonesia semakin terpuruk di dasar klasemen dengan 3 poin dari tiga kali bermain imbang.

Jepang sebenarnya tidak menurunkan kekuatan terbaiknya dalam laga ini. Striker andalannya, Ayase Ueda tidak bisa tampil karena cedera hamstring. Sementara itu, Takefusa Kubo yang bermain di klub Real Sociedad sama sekali tidak diturunkan meski masuk daftar susunan pemain.

Meski demikian, toh Jepang masih di atas Indonesia. Kedalaman skuad Hajime Moriyasu membuat kekuatan Samurai Biru seakan tidak terpengaruh tanpa kehadiran dua pemain tersebut.

Kekalahan di GBK kian menambah panjang hegemoni Jepang atas Indonesia. Padaha, bila melihat ke belakang, skuad Garuda pernah berada jauh di depan Samurai Biru. Pada tahun 1934, Indonesia menurut catatan JFA pernah menghancurkan Jepang 7-1 di ajang Far Eastern Championship Games. Indonesia juga menang 5-2 di Asian Games Manila 1954.

Pada tahun 1961, Indonesia masih unggul 2-0 atas Jepang di ajang persahabatan. Sementara kemenangan terakhir Indonesia diraih pada ajang Merdeka Cup 1978 dengan skor tipis 2-1. Sejak saat itu, Jepang semakin jauh di depan dan tak pernah lagi kalah saat bertemu Indonesia.

Kekuatan Indonesia Mulai Diperhitungkan

Terlepas dari kekalahan menyakitkan melawan Jepang, kekuatan Indonesia sebenarnya mulai diperhitungkan di kawasan Asia. Kehadiran pemain-pemain naturalisasi yang bermain di level Eropa dianggap telah mengubah wajah Skuad Garuda. Moriyasu juga mengakui hal ini.

Sebelum pertandingan, pelatih berusia 56 tahun itu mengatakan kalau tim Indonesia semakin kuat. Menurutnya pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong juga sukses membawa perubahan.

(Simak berita selengkapnya di sini).

Osumi Yoshiyuki, wartawan asal Jepang juga berpendapat sama. Menurutnya, kehadiran pemain-pemain naturalisasi membuat kekuatan Indonesia meningkat. Dengan pengalaman 50 tahun meliput sepak bola, Osumi bahkan hanya berani memprediksi Jepang unggul 1-0 atas Indonesia.

"Saya pikir, ini akan jadi pertarungan yang sulit bagi Jepang. Indonesia sekarang tim yang kuat. Tapi menurut saya, Jepang akan memenangkan pertandingan. Skornya 1-0," ujar Osumi, satu dari puluhan wartawan Jepang yang datang ke Jakarta untuk meliput duel Indonesia vs Samurai Biru.

Osumi berusia 73 tahun. Dia sudah menjadi wartawan olahraga selama 50 tahun dan hanya meliput sepak bola. Sebanyak 12 Piala Dunia juga telah dijalaninya. Osumi juga hadir saat final Piala Asia mempertemukan Irak dan Arab Saudi di Stadion GBK, Senayan, 2007 lalu.

J-League Bawa Perubahan Besar

Osumi mengawali karier jurnalisnya saat sepak bola Jepang masih sangat lemah. Dalam perbincangan dengan NTVnews.id, Osumi bercerita kalau timnya pernah sangat kesulitan menghadapi Indonesia. Namun kehadiran J-League telah membawa perubahan besar.

Menurutnya, kompetisi liga profesional Jepang yang dimulai tahun 1993 itu telah mengubah cara berpikir para pemain. J League seperti diketahui merupakan salah satu kompetisi terbaik di Asia. Lewat J-League, sepak bola Jepang bukan lagi sebatas hiburan semata. J Legue telah menciptakan iklim sepak bola modern dengan sistem pembinaan yang juga tertata rapi.

Sepuluh tahun sejak J League bergulir, para pemain Jepang mulai melebarkan sayap ke Eropa. Mereka mulai bermain di tim-tim elite dunia dan menimba ilmu dan pengalaman yang lebih baik.

Osumi Yoshiyuki, wartawan olahraga senior sekaligus penulis bulu asal Jepang, Osumi Yoshiyuki <b>(NTVnews.id)</b> Osumi Yoshiyuki, wartawan olahraga senior sekaligus penulis bulu asal Jepang, Osumi Yoshiyuki (NTVnews.id)

Hidetoshi Nakata jadi pionir jebolan J-League yang bermain di Eropa. Dia bergabung dengan Perugia pada tahun 1998-2000. Dia juga pernah memperkuat AS Roma hingga Fiorentina.

Banyak pemain jebolan J League yang kemudian mengikutu langkahnya. Sebut saja, Yuta Nagatomo yang bermain di Inter Milan hingga Wataru Endo yang kini berseragam Liverpool. Dari kompetisi Eropa mereka kemudian membawa pengalaman mereka ke tim Samurai Biru.

"Ya, J League telah memberi banyak perubahan bagi kekuatan timnas Jepang," kata Osumi.

Dettmar Cramer, Profesor Sepak Bola

Menurut Osumi, sebelum J-league, ada dua momen penting dalam perjalanan sepak bola Jepang. Pertama, sosok Dettmar Cramer di tahun 1960 dan kedua adalah Piala Dunia Meksiko 1970.

Cramer merupakan pelatih asal Jerman yang didatangkan Jepang pada tahun 1960 untuk mempersiapkan tim sepak bola ke Olimpiade Tokyo empat tahun kemudian. Kehadiran Cramer membawa perubaha besar bagi sepak bola Jepang. Di bawah asuhannya, Samurai Biru secara mengejutkan berhasil mengalahkan Argentina 3-2 di babak penyisihan grup.

Namun peran Cramer tidak berhenti di ajang empat tahunan itu saja. Pria yang dijuluki Profesor Sepak Bola itu juga membangun pondasi liga dan juga pendidikan kepelatihan di Negeri Sakura.

"Kami belajar sepak bola dari orang-orang Eropa, Jerman. Pelatih Dettmar Cramer datang ke Jepang tahun 1960-an dan mengajari sepak bola baru. Sejak kedatangannya, banyak pelatih yang sepak bola kami yang belajar dari Jerman," kata Osumi Yoshiyuki menjelaskan.

Meski demikian, sepak bola tetapla bukan olahraga yang populer di Jepang. Akibatnya, stasiun televisi juga sangat jarang menayangkan pertandingan-pertandingan sepak bola kala itu.

Bahkan untuk laga sekelas Piala Dunia sekalipun. Saat kejuaraan dunia itu berlangsung di Inggris 1966, menurut Osumi hanya stasiun televisi Jepang hanya menayangkan laga finalnya saja.

Tersihir Brasil di Piala Dunia 1970

Perubahan terjadi pada Piala Dunia 1970. Saat itu, salah satu stasiun televisi di Jepang menayangkan seluruh pertandingan timnas Brasil yang diperkuat oleh Pele. Namun porsinya sangat kecil. Menurut Osumi, saat itu, televisi Jepang belum terlalu memperhatikan sepak bola.

"Programnya sangat kecil. Satu pertandingan dibagi menjadi dua babak dan ditayangkan terpisah. Satu babak pada minggu ini, dan babak berikutnya pada minggu berikutnya," beber Osumi.

Masyarakat juga tidak terlalu antusias mengikutinya. Hanya saja, pelatih-pelatih sepak bola di Jepang mulai belajar dari pertandingan Piala Dunia 1970 dan mengajarkannya kepada para pemain. Itu sebabnya, banyak talenta bagus yang muncul setelahnya," kata Osumi.

"Jadi alasan utama terhadap perkembangan sepak bola Jepang adalah pendidikan (pembinaan). Pemain-pemain yang belajar kemudian jadi pelatih dan terus menyebarkannya," kata Osumi.

Osimi lahir di Yokosuka, Kanagawa Prefecture tahun 1951. Dia mengawali karier jurnalistiknya dari usia sangat muda. Pernah memperkuat klub sepak bola, Yokosuka mulai bekerja di majalah olahraga pada tahun 1982. Dia telah meliput Piala Dunia sejak 1974.

Belakangan, kariernya lebih banyak membahas timnas dan liga Jepang. Selain menjadi wartawan olahraga, Osumi juga penulis buku. 

x|close