Ntvnews.id, Jakarta - Mantan pemain Timnas U-20 Indonesia, Irfan Raditya (36), tak kuasa menahan air mata saat membacakan pledoi dalam sidang kasus korupsi pembangunan gapura Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut).
Ia meminta majelis hakim untuk memberikan keringanan hukuman atas kasus yang menjeratnya.
"Saya meminta belas kasih kepada majelis hakim yang mulia untuk meringankan hukuman saya," kata Irfan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Rabu.
Baca Juga: Hakim Tegaskan Pemanggilan Mendag Lain di Kasus Korupsi Gula Jadi Kewenangan JPU
Sebagai mantan pemain Timnas AFF Cup U-20 2005 di Palembang, Irfan mengungkapkan rasa penyesalan yang mendalam. Ia memohon maaf kepada semua pihak karena perbuatannya telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp365 juta.
"Saya meminta maaf dan sangat menyesal atas semua kejadian ini. Dikarenakan tanda tangan saya diperintah oleh atasan saya telah menyebabkan kerugian keuangan negara di dalam pembangunan ini," tutur dia.
Mantan pemain Timnas U-20 Indonesia, Irfan Raditya. (Instagram)
Eks pemain PSDS Deli Serdang ini menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima keuntungan dari proyek tersebut. Menurutnya, ia hanya mengikuti perintah tanpa menyadari konsekuensi hukum yang akan dihadapinya.
"Saya tidak pernah menerima keuntungannya sedikit pun dari proyek itu. Demi Allah, saya bersumpah, semua tanda tangan yang saya lakukan atas dasar perintah atasan tanpa saya tahu konsekuensinya," jelasnya.
Dalam pledoinya, Irfan juga mengenang pengorbanannya sebagai atlet yang pernah mengharumkan nama bangsa. Ia mengaku mencintai Indonesia dan telah mengorbankan banyak hal demi membela Merah Putih di pentas internasional.
"Saya memohon maaf majelis hakim. Saya terlalu mencintai negara ini. Sejak usia 18 tahun, saya telah berjuang untuk negara ini. Saya teteskan air mata, keringat, dan darah saya untuk negeri ini," ucapnya.
Bahkan, ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah mengalami cedera patah tulang saat membela Indonesia. Kini, akibat proses hukum yang dijalaninya, ia terpisah jauh dari istri dan ketiga anaknya di Jakarta.
"Saya tinggalkan istri, dan tiga orang anak masih kecil jauh di Jakarta. Tanpa nafkah, tanpa ada yang menjaga, dan sampai detik ini saya belum pernah bertemu dengan mereka karena jarak dan biaya," tutur Irfan.
Irfan menyampaikan kekecewaannya karena menurutnya ada pihak lain yang lebih diuntungkan dalam kasus ini, tetapi ia yang harus menanggung akibatnya.
"Saya hanya korban, saya hanya tumbal oleh orang yang sekarang mungkin duduk dengan segelas kopi. Tanggungjawabnya membayar kerugian negara telah dibayarkan, sedangkan menerima hukuman badan adalah saya," katanya.
Setelah mendengar pledoi dari terdakwa, Hakim Ketua Sarma Siregar menunda sidang dan menjadwalkan agenda replik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu 19 Maret 2025 mendatang.
Sebelumnya, JPU Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang di Pancur Batu menuntut Irfan Raditya dengan hukuman penjara 1,5 tahun serta denda Rp100 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar akan diganti dengan hukuman kurungan selama empat bulan.
JPU meyakini bahwa Irfan terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang lanjutan pekan depan akan menentukan bagaimana nasib mantan pemain Timnas U-20 ini. Akankah majelis hakim mempertimbangkan permohonannya atau tetap menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan jaksa?
(Sumber: Antara)