Ntvnews.id, Jakarta - Uni Eropa (UE) baru-baru ini resmi menaikkan pajak impor kendaraan listrik asal China hingga 45 persen.
Keputusan tersebut menimbulkan protes dari produsen mobil Jerman. Demikian dilansir dari ArenaEV, Rabu (9/10/2024).
Tindakan itu sebagai upaya melindungi industri otomotif Eropa dari persaingan tidak sehat akibat subsidi besar-besaran dari pemerintah China.
Namun, langkah ini juga bisa menjadi bumerang jika China membalasnya dengan cara serupa, yang akan menimbulkan permasalahan bagi produsen mobil Eropa.
Tarif yang akan mulai berlaku pada 31 Oktober ini berdasarkan investigasi Uni Eropa yang menyebutkan China memberikan subsidi yang tidak adil kepada industri kendaraan listriknya.
Kebijakan tersebut bisa memicu perang dagang antara Uni Eropa dan China. Dimana China juga mengisyaratkan kemungkinan pemberlakuan tarif balasan terhadap produk-produk Eropa.
Volkswagen (VW), misalnya, mengoperasikan hampir 40 pabrik di China. Pabrik-pabrik ini memproduksi kendaraan jadi dan komponen untuk pasar Eropa.
Tarif baru ini kemungkinan akan meningkatkan biaya kendaraan, sehingga kurang kompetitif dibandingkan kendaraan listrik yang diproduksi di dalam negeri di Eropa.
Hal ini terjadi pada saat Volkswagen sudah bergulat dengan menurunnya permintaan untuk model mobil listrik mereka.
BMW, produsen mobil besar Jerman lainnya, juga menyuarakan kekhawatirannya. CEO Oliver Zipse menyebut tarif tersebut sebagai "sinyal fatal" bagi industri otomotif Eropa.
Mereka memperingatkan potensi konflik perdagangan yang tidak akan menguntungkan siapa pun. BMW mendesak penyelesaian yang cepat untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan China seperti Geely, yang menaungi Volvo, Polestar, dan Lotus, mengungkapkan sangat kecewa dengan keputusan Uni Eropa tersebut.
Baca Juga: Penjualan Mobil Anjlok Lima Bulan Berturut-turut, NEV Meningkat Berkat Subsidi Pemeritah China
Mereka menilai keputusan itu akan merugikan konsumen Eropa dan menghambat hubungan ekonomi antara Uni Eropa dan China.
MG Motor France, anak perusahaan SAIC, menyatakan keputusan tersebut akan "memperlambat" transisi ke kendaraan listrik di Prancis.
Perusahaan tersebut berjanji tidak menaikkan harga kendaraan listriknya pada 2024, tetapi dampak jangka panjangnya masih belum pasti.
Sementara sejumlah pejabat Eropa mengapresiasi keputusan tarif tersebut sebagai tindakan yang diperlukan untuk melindungi produsen dalam negeri.
Presiden Asosiasi Industri Otomotif Jerman, Hildegard Mueller, memperingatkan jika keputusan tarif tersebut akan menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen dan berisiko memicu perang dagang.
Situasinya semakin rumit karena banyak kendaraan listrik yang dijual dengan merek Eropa yang sebetulnya diproduksi di China.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang potensi dampak kenaikan tarif terhadap harga kendaraan listrik. Konsumen mungkin harus membayar lebih mahal untuk kendaraan yang mereka yakini buatan Eropa.
Seiring mendekatnya batas waktu penerapan tarif, negosiasi antara Uni Eropa dan China terus berlanjut. Kedua pihak tengah menjajaki solusi alternatif, seperti mekanisme untuk mengendalikan harga dan volume ekspor.
Hasil negosiasi ini akan berdampak signifikan pada masa depan pasar kendaraan listrik Eropa dan keterjangkauan harga mobil listrik bagi konsumen.