Ntvnews.id, Jakarta - Adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terkadang mengalami fluktuasi, namun loyalitas pengguna mobil listrik tetap stabil setelah mereka beralih.
Mengutip Carscoops, Selasa, 17 Desember 2024, sebuah studi terbaru mengungkapkan, 92 persen responden tidak akan kembali menggunakan mobil bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE).
Hanya 1 persen dari peserta studi yang menyatakan mereka kemungkinan besar akan kembali menggunakan kendaraan ICE. Sementara itu, 7 persen lainnya memilih kendaraan plug-in hybrid (PHEV), dan sisanya belum memutuskan.
Survei ini dilakukan oleh Global EV Alliance (via Bloomberg), yang mungkin memiliki pandangan yang pro-kendaraan listrik. Mereka menyatakan secara online, "Kami percaya mobilitas tanpa emisi sangat penting dalam memerangi perubahan iklim" dan "Tujuan kami adalah mengubah semua transportasi menjadi berkelanjutan, bersih, dan bertenaga listrik!"
Studi ini mencakup lebih dari 23.000 responden dari 18 negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Kanada, Austria, Brasil, Prancis, dan India.
Hasilnya juga memperhitungkan kontribusi setiap negara terhadap armada kendaraan listrik global, memberikan bobot lebih pada negara-negara seperti AS dibandingkan negara kecil seperti Swedia, meski tingkat adopsi kendaraan listrik di negara-negara kecil tersebut sangat tinggi.
Hasil survei menunjukkan hampir semua responden berencana untuk membeli kendaraan listrik selanjutnya, bukan hanya karena alasan lingkungan, tetapi juga karena biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan mobil berbahan bakar bensin atau diesel (45 persen responden).
Daya tarik lainnya termasuk keramahan terhadap iklim (40 persen), kontribusi terhadap lingkungan lokal (32 persen), kenyamanan berkendara (21 persen), dan biaya perawatan yang lebih rendah (18 persen).
Secara keseluruhan, kendaraan listrik terbukti lebih murah untuk dimiliki, lebih nyaman dikendarai, dan lebih ramah di kantong saat mengisi daya dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil.
Namun, ada satu hambatan utama dalam adopsi kendaraan listrik, yakni infrastruktur pengisian daya, terutama pengisi daya cepat yang terbatas.
Studi ini menunjukkan masalah terbesar dalam menggunakan kendaraan listrik adalah kurangnya ketersediaan pengisi daya cepat, waktu pengisian yang lama, dan seringnya ketidaktersediaan stasiun pengisian daya.
Ini menjelaskan mengapa Tesla dengan jaringan supercharger-nya terus menjadi pilihan utama bagi pembeli kendaraan listrik.
"Ketika ditanya tentang kendala mengendarai kendaraan listrik, hasilnya menunjukkan bahwa kekurangan pengisi daya cepat, pengisian daya yang memakan waktu, dan seringnya stasiun pengisian daya mengalami gangguan adalah masalah utama," kata studi tersebut.
Masalah ini juga sangat terasa di AS, yang ternyata tidak berbeda dengan negara lain dalam hal ini.