Ntvnews.id, Jakarta - Meskipun kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebabkan ketidakpastian bagi banyak bisnis internasional, Hyundai memilih untuk merespons dengan langkah proaktif, mengumumkan investasi sebesar US$21 miliar (sekitar Rp348,54 triliun) dalam pengoperasian fasilitas di Negara Paman Sam tersebut.
Pengumuman investasi besar ini dilakukan di Gedung Putih pada Selasa, 25 Maret 2025, mencakup beberapa proyek penting, salah satunya adalah pembangunan pabrik baja senilai US$5,8 miliar (Rp96,17 triliun) di Louisiana yang diperkirakan akan menciptakan lebih dari 1.500 lapangan pekerjaan.
Dikutip dari Carscoops, secara keseluruhan, investasi Hyundai di AS diharapkan dapat menciptakan lebih dari 14.000 lapangan kerja penuh waktu pada 2028, serta memberikan dampak ekonomi yang lebih luas, yang diperkirakan menghasilkan lebih dari 100.000 posisi langsung dan tidak langsung di industri terkait.
Baja yang diproduksi di pabrik baru ini akan digunakan untuk mendukung produksi kendaraan listrik di pabrik Hyundai di AS, yang kini juga memproduksi Ioniq 5 dan model lainnya.
Selain itu, fasilitas baru ini akan meningkatkan produksi mobil hingga 1,2 juta unit per tahun, termasuk model kendaraan listrik dari Hyundai, Kia, dan Genesis.
Pergeseran ke AS ini merupakan bagian dari strategi Hyundai untuk menghindari tarif impor yang diberlakukan Presiden Trump, yang mulai berlaku pada 2 April, dalam upaya melindungi industri domestik AS.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Trump menekankan langkah Hyundai menunjukkan keberhasilan kebijakan tarif pemerintahannya.
"Hyundai akan membangun pabrik baja baru yang akan menghasilkan lebih dari 2,7 juta metrik ton baja per tahun, menciptakan lebih dari 1.400 lapangan pekerjaan di sektor baja Amerika," kata Trump di Gedung Putih.
Menurut Hyundai, langkah ini adalah bagian dari komitmen perusahaan untuk memperdalam kemitraannya dengan AS, memperkuat visi bersama untuk memimpin industri mobil dan baja AS, serta mengembangkan tenaga kerja di negara tersebut.
Di tengah kebijakan perdagangan yang lebih ketat, Hyundai tidak hanya bekerja sama dengan AS dalam produksi mobil, tetapi juga tengah menjajaki peluang kolaborasi dengan General Motors (GM) untuk mengembangkan truk dan van listrik.