Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Halal Bagi UMKM Ditunda hingga 2026, Ini Penjelasan Pemerintah

NTVNews - 16 Mei 2024, 13:52
Muslimin Trisyuliono
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Menko Perekonomian Airlangga Hartarto

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah memutuskan menunda pemberlakuan wajib sertifikasi halal bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang semula Oktober 2024 menjadi 2026.

"Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024 tetapi 2026," ujar Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/5/2024).

"Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan yang lain. Kemudian produk kosmetik juga 2026. Kemudian aksesoris, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan dan juga terkait dengan halal yang lain yang berlakunya 2026. Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026," sambungnya.

Airlangga mengungkapkan, berdasarkan PP 39 Tahun 2021 kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan akan selesai pada 17 Oktober 2024.

Namun, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal belum mencapai target dimana masih banyak produk UMK yang belum tersertifikasi.

Adapun penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH sejak 2019 untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 produk per 15 Mei 2024 dari target BPJPH 10.000.000 produk, sehingga baru 44,18%. Sedangkan total jumlah UMK yang ada sekitar 28 juta unit usaha.

Sebelumnya, Menteri Pergadangan (Mendag) Zulkifli Hasan mewajibkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM di Indonesia memiliki sertifikat halal mulai Oktober 2024.

"Oktober itu harus mulai halal," ujar Zulhas saat mengunjungi Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Senin (6/5/2024).

Zulhas menyebutkan kebijakan ini penting untuk meningkatkan kepercayaan dan melindungi konsumen.

Oleh karena itu, para pelaku usaha harus memenuhi standar yang telah ditetapkan mulai dari sertifikasi, standar nasional Indonesia (SNI), izin edar guna melindungi konsumen dalam negeri.

"Jadi ukuran liter itu harus benar, timbangan harus benar, gas harus benar ukurannya. Jangan sampai merugikan konsumen," ungkapnya.

Halaman
x|close