Dugaan Korupsi Proyek Ratusan Miliar di PTPN XI Diusut Mabes Polri

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Agu 2024, 16:22
Moh. Rizky
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Bareskrim Polri. (Antara) Bareskrim Polri. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, Jawa Timur. Nilai kontrak proyek pengadaan itu sebesar Rp871 miliar.

Dugaan korupsi ini terkait pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commissioning (EPCC) tahun 2016.

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menjelaskan, proyek tersebut terjadi pada tahun 2016 dan sudah direncanakan pada 2014.

"Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015," ujar Arief, Selasa (23/8/2024).

"Pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sehingga mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara," sambungnya.

Arief membeberkan sejumlah fakta penyidikan, di antaranya anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak, sampai kontrak ditandatangani.

Lalu, antara Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT, jauh sebelum lelang dilaksanakan sudah berkomunikasi intens dan menjalin kerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

"Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih di-review oleh tim konsultan PMC," kata Arief.

"Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," imbuhnya.

Lalu, kata Arief, isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.

"Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera di kontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017," tuturnya.

"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," sambung Arief.

Tindakan tersebut berdampak pada kelangsungan proyek. Hingga kini proyek tersebut masih mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," tandasnya.

Halaman
x|close