Maruarar Siahaan Soal Pengesahan RUU Pilkada: Fraksi DPR Sebut Ini Tuntutan Rakyat yang Memilih Prabowo

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Agu 2024, 14:47
Dedi
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

Ntvnews.id, Jakarta - Maruarar Siahaan mengungkapkan pandangannya mengenai proses legislasi dan keputusan politik yang diambil oleh DPR di penghujung masa jabatan. Maruarar menyoroti keputusan DPR untuk mengesahkan undang-undang baru dengan terburu-buru.

“Ya saya kira seperti tadi itu tentu ya bisa diundangkan ini UU oleh DPR,” ungkap Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan saat menjadi narasumber dalam program Don Cast di kanal YouTube Nusantara TV yang dilansir pada Jumat, 23 Agustus 2024. 

“Saya tadi mendengar wawancara dengan salah satu anggota fraksi di DPR juga mengatakan ketika pewawancara menanyakan ini tuntutan rakyat, dia mengatakan tuntutan rakyat yang mana, rakyat kita cukup juga nih dibuktikan dengan keterpilihan Prabowo,” ungkapnya.

Maruarar mempertanyakan apakah Gerindra dan Prabowo Subianto memiliki kepentingan dalam pengesahan undang-undang tersebut. Menurutnya, Prabowo sebagai seorang mantan militer tetap menghormati presiden sebagai panglima tertinggi, namun jika keputusan ini diambil secara otomatis tanpa pertimbangan, maka situasinya bisa berbeda.

Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

“Tetapi saya pikir kalo saya lihat ini, apakah memang Gerindra dengan pak Prabowo punya kepentingan dengan ini, saya kira tidak. Tetapi, sebagai seorang militer, Prabowo itu tetap menghormati presiden sebagai panglima tertinggi, tetapi kalo itu sudah auto semua perlakuan ini itu barangkali akan berbeda,” lanjutnya.

Lebih jauh, Maruarar menyatakan kekhawatirannya jika eskalasi politik sampai pada titik di mana hal-hal prinsipil menjadi bahan perdebatan. Menurutnya, dalam masa transisi seperti ini, baik DPR maupun Presiden seharusnya memahami situasi yang rentan dan bertindak dengan lebih bijak.

“Nah inilah yang menjadi kekhawatiran kita kalo eskalasinya itu sampe ketika mempersoalkan hal-hal yang prinsipil dalam hal seperti ini agaknya kurang elok, tetapi maunya DPR dan Presiden memahami dalam transisi seperti ini,” ucapnya.

Maruarar juga membandingkan tradisi demokrasi parlementer dengan sistem presidensial seperti di Amerika Serikat. Dalam demokrasi parlementer, menurutnya, ketika masa jabatan tinggal beberapa hari lagi, pemerintah yang sedang menjabat seharusnya tidak lagi membuat keputusan-keputusan prinsipil karena statusnya sudah dianggap demisioner.

Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024. Hakim Konstitusi 2003-2008, Maruarar Siahaan saat tampil sebagai bintang tamu dalam Program DonCast di Nusantara TV yang dipandu jurnalis senior Don Bosco Selamun dan Tascha Liudmila, Kamis, 22 Agustus 2024.

“Kalo dalam tradisi demokrasi parlementer ketika pelantikan tinggal menunggu hitungan hari seperti ini, mereka dikatakan tidak lagi harus mengambil keputusan-keputusan prinsipil karena mendekati akhir itu dia sudah dikatakan demisioner,” ungkapnya.

Sementara dalam sistem presidensial seperti di Amerika Serikat, seorang presiden yang menjelang akhir masa jabatan biasanya menjauhkan diri dari mengambil keputusan-keputusan penting karena sudah dianggap sebagai "bebek lumpuh" dan menyadari posisinya yang terbatas.

“Dan kalo sistim presidensi seperti di Amerika, presiden seperti ini, dia menjauhkan diri mengambil keputusan-keputusan prinsipil karena dia sudah dianggap sebagai bebek lumpuh jadi dia juga tau diri,” pungkas Maruarar.

Halaman
x|close