Koalisi Kiri Raih Suara Banyak di Pemilu, Prancis Bakal Hadapi Hal 'Seram' Ini

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Jul 2024, 08:53
Deddy Setiawan
Penulis
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Pemilu Prancis Pemilu Prancis (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Koalisi sayap kiri di Prancis meraih jumlah kursi terbanyak dalam pemilu pada Minggu, 7 Juli 2024, setelah mengalahkan kubu sayap kanan yang tengah bangkit. Namun, meskipun demikian, koalisi tersebut belum berhasil memperoleh mayoritas suara.

Dilansir dari VOA, Selasa, 9 Juli 2024, menyebut bahwa situasi ini berpotensi menghadirkan parlemen tergantung di Prancis, yang merupakan salah satu pilar Uni Eropa dan tuan rumah Olimpiade musim panas mendatang, serta dapat menyebabkan kelumpuhan politik.

Gejolak politik ini berpotensi mengganggu kondisi pasar dan perekonomian Prancis, yang merupakan perekonomian terbesar kedua di Uni Eropa. Hal ini juga memiliki dampak pada konflik di Ukraina, diplomasi global, dan stabilitas ekonomi di Eropa.

Pemilu Prancis <b>(reuters)</b> Pemilu Prancis (reuters)

Presiden Emmanuel Macron memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan pemilu bulan lalu setelah kemenangan kubu sayap kanan ekstrem dalam pemilu Parlemen Eropa.

Baca Juga: Profil Keir Starmer, PM Baru Inggris yang Berhasil Tumbangkan Rishi Sunak

Macron menyatakan bahwa mengembalikan keputusan kepada rakyat akan menghasilkan "klarifikasi," tetapi hasil resmi yang dikeluarkan pada Senin, 8 Juli yang menunjukkan bahwa tiga blok koalisi utama tidak berhasil mencapai 289 kursi yang diperlukan untuk menguasai parlemen Majelis Nasional yang terdiri dari 577 anggota.

Hasil pemilu menunjukkan bahwa koalisi sayap kiri New Popular Front meraih sedikit lebih dari 180 kursi, menempatkan mereka sebagai pemenang dengan mengungguli aliansi sentris yang dipimpin oleh Macron, yang memperoleh 160 kursi.

Di posisi ketiga, kubu sayap kanan ekstrem yang dipimpin oleh Marine Le Pen, National Rally, dan sekutunya meraih 140 kursi, yang merupakan peningkatan dari 89 kursi yang mereka dapatkan pada tahun 2022. Prancis tidak biasa dengan parlemen tergantung dalam era modern.

"Negara kita menghadapi situasi politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bersiap untuk menyambut dunia dalam beberapa minggu ke depan," ujar Perdana Menteri Gabriel Attal, yang berencana untuk segera mengirimkan surat pengunduran dirinya.

Baca Juga: Salip Jepang dan Inggris, Peringkat Daya Saing RI Naik ke Posisi 27

Dengan Olimpiade Paris yang semakin dekat, Attal menyatakan kesiapannya untuk tetap menjabat "selama diperlukan." Macron sendiri masih memiliki tiga tahun masa jabatannya sebagai presiden.

Banyak warga Prancis menyambut baik hasil pemilu tersebut. Di alun-alun Stalingrad, pendukung sayap kiri merayakan kemenangan mereka.

Marielle Castry, seorang warga Prancis, berada di Metro Paris ketika hasil proyeksi pemilu diumumkan.

"Semua orang sibuk dengan ponsel mereka dan menunggu hasil [pemilu], lalu semua orang tampak senang ketika hasilnya diumumkan," kata wanita berusia 55 tahun itu. "Saya merasa sangat stres sejak 9 Juni lalu dan sejak pemilu Parlemen Eropa. ... Dan sekarang, saya merasa lega dan senang." 

Konflik Politik 

Pemilu Prancis <b>(reuters)</b> Pemilu Prancis (reuters)

Prancis sekarang menghadapi prospek politik yang rumit dalam beberapa minggu ke depan, di mana mereka harus menentukan siapa yang akan menjadi perdana menteri dan memimpin Majelis Nasional.

Baca Juga: ICMI Sebut Sistem Politik Indonesia Perlu Evaluasi Total, Ini Alasannya

Macron menghadapi kemungkinan untuk memimpin negara bersama seorang perdana menteri yang memiliki pandangan berbeda terhadap sebagian besar kebijakan domestiknya.

Bagi Macron, yang berusia 46 tahun dan berhaluan tengah, pemilu legislatif ini berubah menjadi bencana. Keputusannya untuk membubarkan majelis rendah parlemen setelah kemenangan besar kelompok ekstrem kanan dalam pemilu Parlemen Eropa mengejutkan Prancis dan banyak pihak di dalam pemerintahannya.

Macron berpendapat bahwa dengan mengadakan pemilu lebih awal, dia memberikan kesempatan kepada warga Prancis untuk menentukan masa depan negara mereka dengan lebih jelas.

Dia berharap bahwa dengan kejelasan ini, pemilih akan beralih dari ekstrem kanan dan kiri, dan kembali mendukung partai-partai utama yang lebih moderat. Macron telah mendapatkan dukungan luas dari kalangan tengah yang membantunya meraih kemenangan dalam pemilu presiden tahun 2017 dan 2022.

 

Halaman
x|close