Wartawati Dilecehkan di KRL Lapor Polisi Tak Diproses, Dioper Sana Sini

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Jul 2024, 09:50
Moh. Rizky
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Terduga pelaku pelecehan wartawati di KRL. Terduga pelaku pelecehan wartawati di KRL.

Ntvnews.id, Jakarta - Seorang wartawati diduga dilecehkan pria paruh baya di dalam KRL Commuter Line jurusan Jakarta-Bogor. Walau demikian, saat melapor ke polisi, petugas enggan menindaklanjuti.

Peristiwa ini bermula saat korban D, pulang kerja dengan menumpang KRL pada Selasa (16/7/2024) sekitar pukul 20.15 WIB. Ia naik kereta dari arah Stasiun Duren Kalibata menuju Stasiun Jakarta Kota.

Di dalam KRL, D memilih duduk sendiri serta bermain ponsel dan memasang earphone. Ia tak memperhatikan sekeliling.

Lalu, saat kereta melaju dari Stasiun Manggarai menuju ke Cikini, seorang petugas KAI yang sudah selesai bertugas, bangkit dan berdiri sambil berkata ke korban.

"'Mbak, itu divideoin mbak sama bapak ini'. Sambil menunjuk ke seorang pria separuh baya," ujar D, Kamis (18/7/2024).

D sontak kaget dan bingung. Ternyata, kata dia, di seberangnya ada seorang pria dengan rambut yang sudah memutih, yang tengah memegang ponsel.

Ia akhirnya tahu bahwa pria berkacamata itu memvideokan dirinya, dari perdebatan antara petugas KRL dengan pria tersebut.

"Si bapak mengelak bahwa ada video saya di HP-nya. Saya mencoba untuk bertanya, 'coba saya lihat galeri bapak, apa benar bapak videokan saya?' Bapak itu langsung gemetar," kata D.

Setelah dicek, ternyata memang ada video D. Bukan hanya satu video, melainkan ada tujuh video dengan rentang durasi 3-7 menit.

Usai mendapatkan bukti, beberapa petugas KAI dan sekuriti membantunya mengamankan pelaku di Stasiun Jakarta Kota.

"Saat berada di kantor sekuriti dan mengecek HP, kami semua melihat bahwa di HP bapak itu ternyata tidak hanya saya saja yang menjadi korban, tetapi banyak juga video korban lainnya," papar D.

"Lebih menjijikan lagi, di memori HP tersebut terdapat 300 lebih video porno," imbuhnya.

D mengaku gemetar dan takut, karena bertanya-tanya untuk apa pelaku memvideokan dirinya. Ia menduga, jika di ponsel pelaku terdapat video tidak senonoh, maka video dirinya kemungkinan akan digunakan pelaku untuk perbuatan yang tidak baik.

Lantas setelahnya, D dan keluarga dibantu petugas keamanan Stasiun Jakarta Kota, berupaya melaporkan peristiwa itu ke Polsek Metro Taman Sari. Menurutnya pihak Polsek Metro Taman Sari menanggapi dengan baik, namun memang secara yuridiksi kasus ini tidak bisa diproses, mengingat lokasi penangkapan pelaku berada di sekitar Stasiun Manggarai.

"Pihak Polsek Taman Sari menyarankan kami ke Polsek Menteng," kata dia.

"Kembali saya dan keluarga bersama petugas KAI membawa pelaku ke Polsek Menteng menggunakan kereta for free," lanjut D.

Namun, setibanya di kantor polisi, kata dia petugas Polsek Metro Menteng menyatakan kasus ini tidak bisa ditangani karena lokasi kejadian di wilayah hukum Polsek Metro Tebet.

Tanpa pikir panjang, ia dan keluarga langsung menuju ke arah Polsek Metro Tebet, satu mobil dengan pelaku.

Sesampainya di Polsek Metro Tebet, ia dimintai keterangan terlebih dahulu oleh petugas piket. Saat dimintai keterangan, korban hanya sendirian, tidak diperkenankan mendapat pendampingan dari keluarga.

"Di sinilah saya merasa aneh. Sebagai seorang korban yang masih dalam rasa trauma dan ketakutan, harus berhadapan dengan birokrasi pelaporan yang rumit," jelas dia.

Di Polsek Metro Tebet ini, korban mengaku berhadapan dengan oknum petugas yang tak merespons dengan baik laporannya. Ia merasa laporannya ditolak dengan berbagai alasan.

"'Mbaknya divideoin karena cantik lagi. Mungkin bapaknya fetish, terinspirasi dari video Jepang. Bapaknya nge-fans sama mbaknya, mbak idol'," tutur D menirukan pernyataan petugas kepadanya.

"Apa hubungannya? Lalu apa perlindungan dari aparat polisi terhadap saya perempuan yang menjadi korban pelecehan?," sambungnya.

Petugas akhirnya mengaku tak bisa memproses laporan korban, dengan sejumlah alasan. 

"Di akhir pembicaraan, si petugas itu berkata 'tidak ada yang bisa kami lakukan'. What? Bukti video begitu banyak tapi tidak bisa melakukan apa-apa," kata D.

Pihak Polsek Metro Tebet menyarankan dirinya ke Polres Metro Jakarta Selatan, dengan dalih kasus ini belum disebarluaskan.

Ia, keluarga, pelaku dan didampingi pihak KRL lalu berpindah ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Selatan. Saat itu sudah lewat pukul 00.01 WIB.

Di hadapan petugas Polres, ia kembali menjelaskan kejadian yang D alami. Tetapi lagi-lagi polisi mengaku tak bisa berbuat banyak.

"Saya bahkan sampai terhenyak ketika seorang oknum Polwan dengan tenangnya menjelaskan bahwa, 'mbak, kasus ini tidak bisa ditindak pidana karena memang harus sesuai dengan ketentuan harus keliatan alat vital atau sensitif, dan mbaknya divideoin secara paksa'," papar D menirukan ucapan polisi wanita tersebut.

"Karena, kata si polwan lagi, dari bukti video di HP pelaku kami tidak menemukan bahwa ini ada tindakan pelecehan, dan untuk tindakan tidak menyenangkan itu sudah tidak ada di Pasal 335. 'Adanya tindakan tidak menyenangkan itu karena ada paksaan dari pelaku'. Begitu kata si polwan," sambungnya.

D pun merasa, dirinya sebagai perempuan yang jadi korban pelecehan, merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum dari kepolisian. Apalagi, pelaku hanya diminta menulis surat pernyataan dan video permintaan maaf.

Walau demikian, pihaknya mengapresiasi sikap dan tindakan cepat pihak KRL atau KAI, yang merespons dengan baik kejadian tidak mengenakkan yang menimpa dirinya.

"Pihak KAI tanpa lelah saling berkoordinasi mengawal kasus ini dari satu polsek ke polsek lain hingga ke polres. Meskipun kelelahan terlihat di wajah-wajah petugas keamanan KAI, saya juga melihat raut kecewa mereka terhadap hasil akhir," tuturnya.

KAI, lanjut dia, memberikan jaminan bahwa pelaku selamanya tidak akan bisa naik kereta lagi, khususnya KRL. Sebab, wajahnya sudah masuk dalam blacklist sistem face recognition.

Lebih lanjut ia berharap, para perempuan pengguna transportasi publik, utamanya di Jabodetabek, agar lebih berhati-hati menjaga dirinya sendiri dari intaian para predator seksual yang berkeliaran di angkutan umum. Sebab, menurutnya tak ada yang bisa melindungi, selain diri sendiri. 

"Lindungi diri sendiri sebagai perempuan, karena kita tidak bisa berharap mendapatkan perlindungan dari aparat kepolisian," tandas D.

Halaman
x|close