Mengulik Wajah Garang Timnas Indonesia dari Kaca Mata Dua Pemain Asal Australia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Sep 2024, 14:30
Marco Tampubolon
Penulis & Editor
Bagikan
Timnas Indonesia Timnas Indonesia (NOC Indonesia)

Ntvnews.id, Jakarta - Timnas Indonesia menunjukkan hasil menjajikan di dua laga pertama putaran ketiga babak kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Setelah menahan imbang Arab Saudi 1-1 di kandangnya, skuad Garuda juga sukses memaksa Australia bermain kacamata di Jakarta.

Dua hasil ini memang belum bisa menjamin Indonesia bakal ke putaran final karena perjalanan pasukan Shin Tae-yong di Grup C juga masih panjang. Meski demikian, keberhasilan menahan dua raksasa Asia ini membuat skuad Garuda semakin populer di dalam maupun luar negeri. 

Baca juga: Gendong Timnas Indonesia, Maarten Paes Terpilih jadi Pemain Terbaik

Media olahraga tenama ESPN juga ikut penasaran. Sebelum laga melawan Australia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Selasa lalu, ESPN sempat mengulik wajah baru Timnas Indonesia

Dalam artikel berjudul "Bintang Muda, Ditambah Sejumput Eredivisie dan MLS: Alasan Indonesia 'Tidak Seperti Sebelumnya'" ESPN pun membedah transformasi skuad Garuda lewat kacamata dua warga Australia yang pernah bermain di Indonesia, yakni Aaron Evans dan Robbie Gaspar.

"Suporter dan klubnya tidak terlalu terkenal di dunia, tapi di dalam negeri mereka sangat suka sepak bola," ujar Evans terkait besarnya animo suporter jelang laga melawan Socceroos.

Aaron Evans pernah empat tahun bermain di sepak bola Indonesia. Terakhir, pria kelahiran Canberra, Australia itu tercatat bermain untuk Persis Solo pada tahun 2022 lalu.

Ragnar Oratmangoen saat tampil memperkuat timnas Indonesia melawan Australia di SUGBK, Senayan, Selasa (10/9/2024). <b>(PSSI)</b> Ragnar Oratmangoen saat tampil memperkuat timnas Indonesia melawan Australia di SUGBK, Senayan, Selasa (10/9/2024). (PSSI)

"Kami baru benar-benar mulai melihat sepak bola Indonesia beranjak pulih,” kata Robbie Gaspar, pemain asal Australia yang sudah sepuluh tahun bermain di sepak bola Indonesia.

"Masyarakat Indonesia, mereka menyukai sepak bola. Itu olahraga nomor satu mereka. Mereka hanya ingin menjadi lebih baik... mereka ingin sukses dan mereka bangga menunjukkan seperti apa Indonesia dan identitas mereka melalui sepak bola," sambung Gaspar menambahkan. 

Tidak Muncul Dadakan

Euforia timnas Indonesia sebenarnya tidak muncul begitu saja. Wajah baru sepak bola Tanah Air telah melewati berbagai bencana dalam satu dekade terakhir ini. Mulai dari pembekuan yang dilakukan oleh FIFA terhadap federasi PSSI pada tahun 2015 sempat membuat sepak bola Indonesia mati suri dan timnas melewatkan kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019. 

Pada tahun 2020, PSSI akhirnya mendatangkan pelatih asal Korea Selatan Shin Tae-Yong. Dia merupakan 'dalang' kekalahan timnas Jerman atas timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018.

Di awal masa baktinya, STY mengalami momen yang buruk karena dia dengan cepat berupaya merombak perwajahan timnas Indonesia. Hasilnya tentu tidak bisa langsung terlihat. Performa timnas Indonesia tidak banyak berubah hingga menimbulkan desakan bagi STY untuk out. 

Menurut laporan ESPN, ada dua strategi STY dalam membangun timnas Indonesia. Pertama adalah dengan memasukkan sebanyak mungkin permainan ke dalam tim inti. Mereka diberi banyak jam terbang tak hanya di timnas senior, tapi juga di kelompok umur U-23.

Artinya nama-nama seperti Pratama Arhan yang baru berusia 22 tahun sudah memiliki 47 caps bersama Indonesia. Sementara itu, Witan Sulaeman yang berumur sama sudah mencetak 45 gol. 

Bek Persija Jakarta, Rizki Ridho (22 tahun) juga sudah mencatat 41 caps bersama timnas. Sementara Marselino Ferdinan yang baru 19 tahun sudah tampil 28 kali bersama timnas senior. 

Dua Kunci Sukses Indonesia

Kehadiran amunisi baru ini kemudian ditopang oleh masuknya pemain-pemain naturalisasi yang punya pengalaman bermain di luar negeri,  seperti seperti Maarten Paes, Rafael Struick, Justin Hubner, Jay Idzes, Ivar Jenner, dan Calvin Verdonk, hingga Thom Haye. Mereka mayoritas merupakan pemain-pemain asal Belanda yang memiliki garis keturunan Indonesia. 

“[Shin] membangun tim yang sangat bagus,” kata Gaspar.

"Dan kemudian dia memasukkan pemain-pemain yang telah dinaturalisasi dan mereka akan bermain dengan baik. Yang mereka perlukan hanyalah pengalaman pertandingan besar. Apa yang merugikan mereka adalah mereka belum pernah bermain bersama sebelumnya," beber Gaspar.

"Pemain-pemain baru juga akan datang semuanya."

Pada tahun 2018, PSSI juga mendirikan Elite Pro Academy, sebuah sistem liga sepak bola remaja di mana tim Liga 1 Indonesia menurunkan tim U14, U16, U18, dan U20. Namun menurut Evans, perjalanannya masih panjang "Mereka masih perlu banyak fokus pada pengembangan generasi muda,” kata Evans. “Indonesia mulai menerapkannya, tapi perjalanan mereka masih panjang.”

Halaman
x|close