DPR Didesak untuk Sahkan RUU Masyarakat Adat

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 27 Agu 2024, 13:51
Deddy Setiawan
Penulis
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Gedung DPR Gedung DPR (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI) meminta agar Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang telah tertunda selama 14 tahun di DPR.

Dalam pernyataan yang disiarkan di Jakarta pada hari Senin, Ketua Umum PB MABMI, OK Saidin, menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk menunda RUU Masyarakat Adat, karena undang-undang tersebut merupakan amanat konstitusi.

PB MABMI menilai bahwa Ayat 2 Pasal 18B UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya selama masih ada dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diatur dalam undang-undang.

Baca Juga: Ini Deretan Nama Artis yang Jadi Anggota DPR Periode 2024-2029

“Jadi, perintah UUD 45 itu jelas dan tegas. Karena itulah, kami mendesak DPR dan Pemerintah mensahkan RUU Masyarakat Adat,” tegas OK Saidin yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

 Soal UU Masyarakat Adat itu, lanjutnya, menjadi salah satu poin penting rekomendasi Rapat Kerja Nasional PB MABMI di Berastagi, Sumatera Utara 24-25 Agustus 2024.

Mengenai UU Masyarakat Adat, hal tersebut menjadi salah satu isu utama dalam rekomendasi Rapat Kerja Nasional PB MABMI yang berlangsung di Berastagi, Sumatera Utara pada 24-25 Agustus 2024.

OK Saidin menjelaskan bahwa Rakernas ini dihadiri oleh pengurus wilayah dan daerah dari seluruh Indonesia, baik secara daring maupun luring.

Baca Juga: DPR Kritik Realisasi Anggran Pendidikan yang Masih di Bawah 20 Persen

Menurut OK Saidin, rekomendasi PB MABMI terkait UU Masyarakat Adat menjadi sangat krusial mengingat banyaknya sengketa tanah yang belum terselesaikan, seperti kasus tanah-tanah konsesi masyarakat adat di Sumatera Timur yang diambil alih oleh perusahaan negara dan swasta, serta masalah serupa di Rempang, Kepulauan Riau, dan berbagai daerah di Kalimantan. OK Saidin merasa heran dengan terhentinya pembahasan RUU Masyarakat Adat selama 14 tahun.

“Padahal, undang-undang lain dapat diselesaikan Pemerintah dan DPR begitu cepat. Terkatung-katungnya RUU ini, berakibat munculnya berbagai sengketa tanah, yang tidak terselesaikan berdasarkan undang-undang,” katanya menegaskan.

Menurutnya, meskipun penguatan masyarakat adat diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, undang-undang ini belum sepenuhnya memenuhi tuntutan masyarakat adat karena belum diimplementasikan melalui peraturan daerah di tingkat provinsi maupun kota.

Sebagai tambahan, Undang-Undang Masyarakat Adat atau Masyarakat Hukum Adat telah dibahas sejak tahun 2003. Draf RUU dan naskah akademiknya dirumuskan pada tahun 2010, namun hingga saat ini, setelah empat belas tahun, status draf RUU tersebut masih belum jelas. 

Halaman
x|close