Ini Pandangan Psikolog Terhadap Kasus Penganiayaan Anak di Daycare Depok

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 5 Agu 2024, 06:40
Deddy Setiawan
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi Penganiayaan atau Kekerasan pada Anak Ilustrasi Penganiayaan atau Kekerasan pada Anak (Pixabay)

Ntvnews.id, DepokPsikolog anak dari Universitas Indonesia Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi berbagi pandangan mengenai kekerasan dan penganiayaan terhadap anak-anak di bawah lima tahun yang terjadi di sebuah Daycare di Depok, Jawa Barat.

“Melihat kasus di Depok, saya melihat bahwa ada masalah dengan orang yang bersangkutan, yang melakukan kekerasan tersebut.” Ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima NTVnews.id, Jumat, 2 Agustus 2024.

Menurutnya, hal ini mungkin berkaitan dengan sifat atau sikap yang dimiliki oleh pelaku .Ia mengutarakan jika saat sifat dan sikap itu sedang tidak stabil pelaku seharusnya tidak melakukan aktivitas yang memicu tindakan-tindakan yang tidak diinginkan.

Baca Juga: Ini Respons Perhimpunan Pelajar Indonesia Mengenai Penganiayaan Anak di Daycare Depok

“Saya tidak tahu apakah memang pada aslinya memiliki sifat atau sikap yang agresif atau ada masalah tertentu yang membuat dia berperilaku seperti itu. Harusnya pada saat-saat seperti itu kalau sedang tidak nyaman dengan dirinya sendiri, seseorang tidak melakukan aktivitas, misalnya menjaga anak yang kebetulan sedang rewel.” Terangnya.

Tindakan tersebut tentunya berkaitan dengan kontrol diri dan stabilitas emosi dalam melakukan tindakan atau kegiatannya.

“Jadi ini kan kontrol diri stabilitas emosi orang juga menentukan ya, dari sisi si pelaku ini harus dilihat Kembali” lanjutnya.

Rose Mini menyesali tindakan kekerasan itu bisa terjadi, apalagi korban merupakan anak-anak yang tidak memiliki power. Menurutnya kalau tidak ada lebam biru atau pun CCTV yang merekam aksi penganiayaan tersebut mungkin kasus ini tidak akan terungkap dan dapat dilaporkan juga. Hal itu Ia tekankan menjadi salah satu pembelajaran bagi kita semua.

Baca Juga: 6 Fakta Kasus Penganiayaan Bocah 2 Tahun di Daycare Depok, Pelaku Ternyata Influencer Parenting

“Pastinya tindakan tersebut tidak dibenarkan dan saya menyesali hal itu terjadi. Anak itu tidak punya power, sehingga ketika diperlakukan apa saja tidak tahu. Kalau tidak ada bukti lebam-lebam biru mungkin tidak akan terungkap ini dan bahkan kalau tidak ada CCTV juga tidak ada bukti, maka ini harus jadi satu hal yang jadi pelajaran untuk kita semua.” Ujarnya.

Berbicara mengenai pelaku penganiayaan merupakan influencer pendidikan, Ia menyatakan bahwa orang yang mengatakan dirinya sebagai influencer belum tentu melakukan apa yang mereka katakan. Ditekankan juga oleh Rose untuk melihat latar belakangnya.

“Orang mengatakan dirinya influencer terhadap hal tertentu, belum tentu Ia melakukan apa yang dia katakan. Pertanyaan saya mesti juga dilihat, apakah dia punya background yang betul-betul ilmu parenting atau ilmu Pendidikan atau apa gitu.” Ucapnya.

Penganiayaan Balita di Daycare Depok <b>(Instagram)</b> Penganiayaan Balita di Daycare Depok (Instagram)

Dampak yang seperti apa dalam kacamata psikologi yang bakal dialami oleh korban (anak), terdapat kabar kalau korban jika melihat pelaku langsung histeris, dan bagaimana cara memulihkan dari dampak penganiayaan tersebut. 

Rose kemudian mengungkapkan dari kacamata Psikologi, anak yang menjadi korban tentu mengalami trauma dan trauma itu bisa dilihat tergantung perilaku anak dalam menyikapi pelaku atau penganiayaan yang dialaminya. Ia memberikan contoh sebagai mana jika pelaku melakukan kekerasan saat menggunakan kerudung anak itu akan histeris saat melihat orang yang berkerudung.

Baca Juga: Meita Irianty Pemilik Daycare Wensen School Depok Ditetapkan Tersangka Penganiayaan Anak

“Tentu saja anaknya pasti bisa mengalami trauma tertentu, memang trauma itu tergantung pada bagaimana anak menyikapi hal tersebut. Jadi kalau misalkan terhadap orang tertentu, bisa saja dia melihat jika ada orang tua, atau dengan kerudung bisa jadi takut, tapi kita belum tahu tentang hal itu.” Ucapnya.

Lanjutnya, ia menjelaskan bagaimana trauma itu bisa terjadi tergantung pada kondisi saat anak itu diperlakukan (penganiayaan). Apalagi, anak Batita (bawah tiga tahun) atau Balita (bawah lima tahun) belum bisa mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. 

“Tapi yang jelas anak itu pasti pada saat diperlakukan tidak baik oleh orang tersebut merasa tidak nyaman , dan anak itu kalau batita, balita tidak bisa mengkomunikasikan apa yang Ia rasakan.” Ucapnya.

Menurutnya, hal tersebut membuat masyarakat khususnya orang tua korban merasakan sakit serta sedih karena tidak mengetahui  apa yang dirasakan oleh anak dan hanya mengetahui efek dan dampaknya.

“Itu yang membuat kita dari luar sakit atau sedih, karena kita tidak tahu apa yang dirasakan anak ini, yang kita bisa lihat adalah efeknya, dampak-dampaknya, dan mencoba untuk mengurangi dampaknya supaya tidak lebih parah dari hal tersebut.” Pungkasnya.

Halaman
x|close